Saturday, June 11, 2011

Tagged under: ,

[Review] Scream 4, Kembalinya Sang Peneror Woodsboro!

 "You forgot the first rules of the remakes. Don't f*** with the original!" ~ Sidney Prescott

Directed by Wes Craven Produced by Kevin Williamson, Wes Craven, Iya Labunka Written by Kevin Williamson (screenplay), Kevin Williamson (characters) Starring David Arquette, Neve Campbell, Courteney Cox, Emma Roberts, Hayden Panettiere, Anthony Anderson, Adam Brody, Rory Culkin, Mary McDonnell, Marley Shelton, Alison Brie, Marielle Jaffe, Nico Tortorella, Erik Knudsen, Anna Paquin, Kristen Bell, Lucy Hale, Shenae Grimes, Britt Robertson, Aimee Teegarden, Roger L. Jackson Music by Marco Beltrami Cinematography Peter Deming Editing by Peter McNulty Studio Dimension Films/Corvus Corax Productions/Outerbanks Entertainment Distributed by Dimension Films Running time 111 minutes Country United States Language English 

Yieppee! Salah satu film horor franchise favorit saya kembali muncul setelah sekitar 10 tahun 'mati suri', apalagi kalau bukan Scream 4! Walaupun awalnya agak takut akan kualitas filmnya yang sejelek Scream 3. Tapi ternyata anggapan itu 100% salah! Tampaknya, Om Wes Craven benar-benar bekerja keras untuk proyek 'balas dendam'nya akan kegagalan terhadap Scream 2 maupun Scream 3.

Setelah 10 tahun terjadinya tragedi Woodsboro pada Scream 3, Sidney Prescott (Neve Campbell) kembali ke Woodsboro, kota kelahirannya yang mendadak terkenal karena tragedi buruknya itu, untuk mempromosikan buku barunya yang berjudul Out Of Darkness. Di sisi lain, keretakan mulai menggerogoti rumah tangga Dwight 'Dewey' Riley (David Arquette) dan Gale Weathers (Courteney Cox). Gale yang dulunya adalah seorang wartawan kini menjadi seorang penulis kisah-kisah fiksi. Dewey, kini telah menjadi sheriff di Woodsboro. Saat Sidney datang, tampaknya mimpi buruk itu juga kembali datang menghampirinya setelah 10 tahun 'mati suri'. Disaat para remaja-remaja merayakan mimipi buruk masa lalu yang menjadi lelucon dan guyonan di masa sekarang, disaat itu pula teror itu datang kembali. Ghostface is back! Selain tiga tokoh tersebut, Scream 4 kini juga banyak dibintangi para bintang-bintang muda, seperti Emma Roberts yang berperan sebagai Jill, sepupu Sidney dan Hayden Panettiere sebagai Kirby, sahabat Jill yang maniak film horor yang tampaknya menjadi 'Randy' versi wanita.


Pada awalnya memang banyak yang meragukan kelanjutan franchise Scream ini. Mengingat bahwa Scream 3 yang kualitasnya sangat jauh dengan Scream 1. Selain itu karena jalan cerita atau plotnya memang klise. Tapi ternyata tidak seburuk itu kok. Bahkan kalau dibandingkan, Scream 4 ini memang lebih baik daripada Scream 2 apalagi Scream 3 yang bagi saya hanya 11/12 dengan Scary Movie (haha). Yah, walaupun memang belum sebagus Scream 1, tapi ini sudah sangat memuaskan. Good Job Wes!

Bukan hanya Wes Craven yang patut diacungi jempol, jajaran-jararan pemain pun sangat layak diacungi jempol. Mereka berakting dengan maksimal. Terlebih bagi Emma Roberts yang memang mendalami karakter Jill dengan apik. Lalu, bagaimana dengan lainnya? Hayden di sini juga berakting sangat baik di film ini. Rory Culkin dan Eric Knudsen juga sama, mereka berakting sangat pas dan berhasil. Bagaimana dengan Neve, Cox, dan Arquette? Tidak usah ditanyakan lagi, memang karakter mereka masing-masing telah menempel di diri mereka sedari dulu. Tapi tampaknya mereka punya saingan baru nih, Emma Roberts! Ya, pada intinya seluruh pemain dapat menghidupkan karakter-karakternya masing-masing seolah benar-benar hidup.


Salah satu ciri khas Scream adalah, seringnya mereka mengolok-ngolok film-film horor. Sebut saja Saw, Final Destination, bahkan Stab sendiri, dan masih banyak lagi. Yang menjadi penyegar suasana di tengah ketakutan dan kekalapan yang bisa menyerang mereka kapan saja. Ya, memang guyonan-guyonan khas Scream merupakan salah satu penyegar diantara galonan darah dan kucing-kucingan antara para calon korban dengan 'ghostface' yang memenuhi scene setiap scene dalam film ini. Salah satu yang saya suka adalah omongan Kirby saat sedang diinterogasi oleh polisi dan dialog ibu Jill dengan Kirby dan Jill. Scream 4 memang bukan film yang perfect. Tapi setidaknya Wes Craven telah berhasil membalaskandendamnya terhadap Scream 2 dan 3.


Ada satu yang membuat film ini bertambah menarik, opening. Ya, opening film ini benar-benar cerdas! Kita disuguhkan tayangan menarik selama 10 menit awal. Tidak seperti di seri-seri sebelumnya yang hanya menampilakan perempuan cantik yang mendapat telepon dari seseorang yang tidak dikenal sembari menanyakan "What's your favourite scary movie?" atau "Who is this?" lalu kemudian telepon ditutup kemudian sang 'ghostface' segera datang dan bermain kucing-kucingan dengan sang calon korban, yang tak lupa berteriak ria dan tiba-tiba saja di tubuh mereka hinggap sebuah pisau dan... fade out, layar segera menghitam dilanjutkan dengan munculnya teks "Scream". Lebih dari itu semua.

Penasaran? Tonton saja sendiri.

RATE :

Tagged under: ,

[Review] 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, Kembali Mengangkat Tema Sensitif

 "Kita lihat aja nanti!" ~ Rosid dan Delia

Directed by Benni Setiawan Produced by Putut Widjanarko Written by Benny Setiawan Starring Reza Rahadian, Laura Basuki, Arumi Bachsin, Henidar Amroe, Rasyid Karim, Ira Wibowo, Robby Tumewu, Zainal Abidin Domba, Jay Wijayanto, M Assegaf, Gesi Silvia, Haddad Alwi Music by Thoersi Argeswara Cinematography Roy Lolang Editing by NCesa David Luckmansyah Studio Mizan Production Running time 100 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Hey, readers! Kali ini saya mencoba mereview, salah satu film Indonesia, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, film yang diadaptasi dari novel bestseller karya Ben Shohib, The Da Peci Code. Sebenarnya, saya tertarik nonton film ini karena film yang disutradarai oleh Benni Setiawan ini, telah meraih berbagai penghargaan, contohnya di IMA dan FFI, walaupun sebenarnya, pada awalnya saya sedikit ragu, takutnya filmnya mengecewakan, karena mendapat berbagai penghargaan bukan berarti bagus, bukan? Ternyata, hasilnya tidak mengecewakan kok, tidak istimewa tapi cukup bagus, hehe.

Tema film ini berkisah tentang dua insan manusia yang dipisahkan oleh perbedaan keyakinan. Tema ini telah terlebih dahulu diangkat salah satu film indie, cin(T)a. Bedanya, film ini disampaikan dengan cara yang lebih 'halus' melalui drama komedi, berbeda dengan cin(T)a yang disampaikan dengan cara yang lebih serius. Ya, memang hal yang serius tidak melulu harus disampaikan dengan cara yang serius pula, mungkin dengan drama komedi, pesan yang disampaikan akan lebih masuk, setuju? Walaupun saya rasa komedi dalam film ini masih agak terasa 'dangkal'.


Oke, beralih ke tema cerita. Rosid (Reza Rahardian), seorang penyair muslim muda berambut layaknya brokoli (baca : kribo) yang terobsesi dengan WS Rendra yang mengalami konflik dengan ayahnya, Mansur (Rasyid Karim) karena ayahnya menginginkan anaknya untuk memakai peci, karena ayahnya menganggap peci adalah salah satu lambang kesetiannya bagi agama. Sedangkan Rosid beranggapan bahwa peci hanyalah salah satu dari lambang tradisi keagamaan para leluhurnya dan Rosid tidak ingin mencampur-baurkan agamanya dengan tradisi-tradisi leluhur layaknya peci tersebut. Dalam hal ini, sosok ibu dari Rosid yang penyabar, Muzna (Henidar Amroe), mencoba untuk menengahkan konflik antara Rosid dengan Ayahnya. Belum selesai masalahnya dengan sang ayah, ditambah lagi dengan masalah yang ia alami dengan kekasihnya, seorang gadis nasrani kaya raya, Delia (Laura Basuki) yang terhalang tebalnya dinding perbedaan keyakinan. Pedihnya lagi, orang tuanya memustuskan untuk menjodohkan Rosid dengan seorang gadis muslimah, Nabila (Arumi Bachsin).


Film ini memang bukan film yang istimewa tapi cukup bagus. Mungkin karena adanya beberapa adegan komedi yang terlihat terlalu dipaksakan dan sebenaranya tidak penting sama sekali juga garing jaya. Juga tidak mulusnya jalan cerita dalam film ini. Kadang baik dan berjalan mulus, kadang tidak, kadang baik, kadang juga tidak, dan seterusnya. Tampaknya, sutradara kurang serius dalam menyampaikan jalan cerita dalam film ini. Terlebih lagi untuk film dengan tema berat namun disampaikan dengan santai, pasti sulit untuk menyusun naskah film ini, harus disampaikan dengan cara santai namun juga masuk ke kepala para penontonnya sekaligus tidak terkesan menggurui.


Soal akting, tidak ada yang terlalu menonjol dalam film ini. Akting Reza Rahardian saya rasa belum maksimal dalam film ini. Mungkin hanya Henidar Amroe dan Arumi Bachsin yang berakting cukup maksimal, terlebih Henidar Amroe yang membawakan karakter ibu penyayang sekaligus penyabar dengan sangat baik. Sayangnya disini Arumi Bachsin terasa hanya sebagai 'stiker' karena ketebatasan porsinya, sehingga masih terbatas untuk menunjukkan kemampuan aktingnya sebagai gadis muslimah berjilbab yang lugu. Untuk Laura Basuki, sepertinya ia masih  kaku membawakan karakternya sebagai Delia, mungkin lebih tampak sedang bermain sinetron kali ya? .

[Warning! : Bagi yang belum nonton film ini, disarankan jangan baca kalimat-kalimat dibawah ini, karena agak sedikit spoiler]
Ada sebagian orang yang tidak suka dengan ending film ini, tidak termasuk saya. Sebenarnya saya suka kok dengan ending film ini. Adil (walaupun endingnya seharusnya bisa lebih baik lagi). Terlebih di Indonesia, coba mereka memilih ending lain, pasti langsung ricuh seluruh negeri, hehe. Mengingat tema yang diangkat film ini memang cukup sensitif di Indonesia. Mungkin salah satu faktor yang membuat beberapa orang kecewa adalah, karena pada awalnya salah satu tokoh diceritakan mulai mendekati salah satu agama pasangannya, kali ya?
[Spoiler berakhir, hehe]

Ya, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta memang salah satu film Indonesia berkualitas, tidak seperti film asal-asalan yang disutradarai oleh KK Dheeraj ata Nayato Fio Nuala (alias Koya Pagayo, Ian Jacobs, Pingkan Utari dan Ciska Doppert) yang selalu saja membuat film-film sampah nan gak berkualitas sama sekali plus nol kreatifitas (sadis). Sayangnya bumbu komedi di dalamnya terkesan garing jaya, hehe. Layak tonton? Pasti!

RATE :
Klik gambar untuk memperjelas

By the way, untuk pertama kalinya saya bikin kayak beginian. Cuma buat lebih kelihatan ekslusif aja, haha.