Saturday, March 17, 2012

Tagged under: , , , , ,

[Review] 2001: A Space Odyssey (1968)

"Dave, this conversation can serve no purpose anymore. Goodbye." ~ HAL 9000

Stanley Kubrick. Nama yang mungkin familiar di kalangan pecinta film. Siapa sih yang gak kenal sutradara hebat ini? Meski bukanlah termasuk sutradara yang produktif, sutradara yang telah malang melintang di dunia perfilman sejak tahun 1951 ini memang telah banyak menelurkan karya-karya masterpiece, sebut saja The Shining, Full Metal Jacket, A Clockwork Orange, Lolita, Eyes Wide Shut, Spartacus, dan masih banyak lagi.

Selain yang saya sebutkan tadi, 2001: A Space Odyssey mungkinlah yang paling terkenal dari semuanya. Film yang meraup pendapatan sebesar 190 juta dollar (yang menobatkannya sebagai film Kubrick terlaris) ini mengusung gene sci-fi. Tak hanya yang paling terkenal, 2001: A Space Odyssey mungkin saja menjadi film paling membingungkan milik Kubrick. Yup, salah satu film dengan puzzling plot sekaligus film sci-fi terbaik yang pernah ada.


Film ini dimulai dengan screen hitam selama sekitar 3 menit, entah apa tujuannya. Kemudian, kisah berlanjut ke  berjuta-juta tahun yang lalu, dimana sekolompok kera purbakala yang tinggal di daerah mata air di pada gersang. Namun, mereka diusik pula oleh kelompok kera purbakala lain yang ingin merebut mata air tersebut. Keanehan terjadi, tiba-tiba saja, keesokan harinya sebuah benda hitam alias monolith muncul di tempat tinggal mereka.


Singkat cerita, Stanley membawa kita ke masa depan dimana banyak terdapat satelit bertebaran di angkasa. Saat itu, dikabarkan ada sebuah kasus aneh yang juga berkaitan dengan monolith, namun kali ini di tempat dan waktu yang berbeda, tepatnya di bulan. Seorang ahli astronomi, Dr. Heywood R. Floyd (William Sylvester) kemudian diutus untuk menyelidiki monolith ini.

Menonton film ini rasanya emang campur aduk. Antara bingung, bosan, penasaran, tapi juga takjub. Takjub akan apa? Apa saja. Takjub akan visual-effectnya yang juara, terlebih untuk tahun 1968 (jujur, saya masih penasaran dengan scene berjalan terbailk itu), art-direction yang benar-benar modern, hingga musiknya dengan Blue Danube yang klasik itu. Tapi, yang paling membuat takjub saya adalah kemampuan serta Stanley Kubrick untuk mengarahkan film ini menjadi film yang misterius dengan alur membingungkan sekaligus membuat penasaran semua orang. Film ini memang karya imajinasi Kubrick yang prestisius.


Kubrick memang membiarkan penontonnya menginterpretasikan sendiri apa yang ia sajikan dalam karyanya ini. Tak ada yang tahu secara pasti mengenai alur film ini, apalagi endingnya yang malah membuat interpretasi orang semakin tak tentu arahnya. Bahkan sang sutradara sendiri, Kubrick, sampai akhir hayatnya tak pernah menyampaikan apa yang ia maksud dalam film ini, sesuai yang ia pernah bilang, "you're free to speculate as you wish about the philosophical". Ya, anda bebas untuk menafsirkannnya sendiri.


2001: A Space Odyssey memang karya yang luar biasa, namun tak untuk semua orang. Lihat saja plotnya yang begitu lambat, yang bisa saja menidurkan anda dalam waktu sekejap mata. Kemudian plotnya juga yang abstrak dan susah dimengerti. Kemudian endingnya yang bukannya malah menerangkan seluruh film, malah membuat imajinasi penontonnya makin kesana-kemari. Ada monolith hitam yang misterius, lalu ada visualisasi-visualisasi aneh, serta 'karakter' sebuah komputer jenius bernama HAL 9000 yang tampaknya menyimpan sebuah rahasia besar (yang sedikit mengingatkan kita pada 'karakter' robot bernama GERTY di Moon (2009)). Semuanya memang serba abstrak. Ya, apapun yang ada di film ini memang abstrak dan gak biasa, tapi itulah yang membuat film ini menjadi karya masterpiece.

0 comments:

Post a Comment