Saturday, April 28, 2012

Tagged under: , , , , ,

[Review] Pan's Labyrinth/El Laberinto del Fauno (2006)

"You're getting older, and you'll see that life isn't like your fairy tales. The world is a cruel place. And you'll learn that, even if it hurts." ~ Carmen

Merupakan suatu hal yang sangat jarang bagi film berbahasa asing untuk dikategorikan 6 Oscar sekaligus. Tapi itulah yang terjadi pada Pan's Labyrinth. Film asal Meksiko yang disutradarai Guillermo del Toro ini berhasil dinominasikan untuk 6 Oscar, yaitu Best Foreign Languange Film, Best Original Score, Best Cinematography, Best Makeup, Best Art Direction, hingga Best Original Screenplay yang kita kenal sangat jarang ada film asing yang dinominasikan di nominasi yang satu ini. Film ini sendiri berhasil memenangkan 3 diantaranya, yang kesemuanya merupakan bidang teknikal, yaitu Best Makeup, Art Direction, dan Cinematography. Meski dikalahkan The Lives of Others dari Jerman di film bahasa asing terbaik, tetap saja 3 Oscar itu merupakan sebuah prestasi yang langka.


Adalah Ofelia (Ivana Baquero), gadis belia yang pikirannya telah 'terkontaminasi' dengan dongeng-dongeng anak. Ia adalah seorang anak yatim yang ditinggal mati oleh ayahnya karena perang. Berlatar jatuhnya fasis di Spanyol pada tahun 1944, saat itu Ofelia dan ibu Ofelia yang sedang hamil, Carmen (Ariadna Gil) terpaksa harus tinggal di pemukiman tentara, tempat Kapten Vidal (Sergi Lopez), suami baru Carmen tinggal. Vidal sendiri dikenal sebagai sosok yang kejam, keji, bahkan terkadang tak berperikemanusiaan.


Suatu hari, saat sedang perjalanan menuju pemukiman tentara tersebut, ia menemukan seekor serangga. Ternyata, serangga itu merupakaan jelmaan dari peri. Ia menuntun Ofelia ke sebuah labirin. Di dalam labirin tersebut, ia bertemu Faun, makhluk tinggi besar bertanduk berwarna biru. Ia mengatakan bahwa Ofelia merupakan Putri Moanna, dan bukan bagian dari bangsa manusia. Faun tersebut menugaskan Ofelia untuk menjalankan 3 misi yang harus diselesaikan seblum bulan purnama terjadi.


Awalnya, mungkin kita akan mengira bahwa film ini akan menjadi tipikal film-film magikal ala anak-anak seperti Spiderwick Chronicles, Narnia, Alice in Wonderland, atau bahkan Harry Potter. Dari posternya saja sudah sangat terlihat film ini pastiah tipe-tipe film anak-anak dengan bumbu-bumbu fantasi dunia khayal. Tapi ternyata saya salah besar. Plot film ini jauh lebih complicated dari itu semua. Bahkan bisa dibilang film ini juga bukanlah tipikal film keluarga sama sekali, mengingat beberapa scene yang mengekspos banyak kekerasan dan darah di sini. 

Ada lagi yang saya suka dari film ini, yaitu endingnya. Endingnya yang (spoiler?) unpredictable dan tragis itu seolah mematahkan tradisi film fantasi anak yang seakan wajib diakhiri dengan ending 'happily ever after'.


Dalam membuat film fantasi, tentu saja urusan costume-design, cinematography, makeup, effect, dan art direction menjadi sorotan. Dan pastinya Pan's Labyrinth mampu memuaskan segala unsur diatas. Makeupnya begitu mumpuni, lihat saja bagaimana tampang Doug Jones ketika telah berubah menjadi Faun ataupun si Pale Man. Lihat pula visual indah dengan cinematography arahan Guillermo Navarro yang berhasil mengantarkan Pan's Labyrinth memenangkan Oscar untuk Best Cinematography.

Untuk urusan tata musik, Pan's Labyrinth juga menjadi juaranya. Tata musik dari Javier Navarrete ini sukses menjadi penggeak mood penontonnya. Menjadi penuntun dalam film menuju klimaksnya seiring dengan bertambahnya degup jantung yang beriringan dengan scoringnya tersebut.


Beralih ke departemen akting. Untuk urusan ini, semua pemerannya mampu memberikan akting yang meyakinkan. Ivana Baquero yang menjadi pemegang karakter terpenting, yaitu Ofelia yang sangat terobsesi dengan dongeng, tentu saja menyajikan akting yang sangat memuaskan. Begitu pula Maribel Verdu yang berperan sebagai Mercedes yang lembut namun memiliki sesuatu dibaling kelembutannya. Tak ketinggalan pula Sergi Lopez sebagai Vidal yang kejam dan keji itu. Jangan lupakan ada Ariadna Gill yang memainkan peran sebagai ibu Ofelia yang penyayang, Carmen.

Guillermo del Toro berhasil menggabungkan fantasi anak dengan unsur-unsur dark. Ya, menonton film ini bagaikan menonton Alice in Wonderland tapi dalam versi yang lebih gelap, lebih berdarah, dan tentunya penuh dengan kekerasan (untuk ukuran film tipe seperti ini pastinya).

8.5/10

0 comments:

Post a Comment