Friday, September 28, 2012

Tagged under: , , , , , , ,

[Review] Diabolique (1955)

"Don't you believe in hell?" ~ Christina Delassalle

Ah, siapa bilang kalau seluruh suspense klasik brilian hanya dihasilkan oleh sutradara Alfred Hitchcock? Memang sebagian besar suspense masterpiece klasik merupakan karyanya, tapi jangan lupakan film yang satu ini. Diabolique asal Perancis yang disutradarai Henri-Georges Clouzot ini memang bukanlah karya Hitchcock, tapi ternyata Diabolique punya andil besar dalam satu karya Hitchcock. Ya, rupanya film ini lah yang menginspirasi salah satu karya terpopulernya, Psycho.

Film ini bisa dibilang punya andil besar dalam perkembangan indutri film suspense/thriller, meski belum sebesar film-film Hitchcock. Diablique atau The Devils and the Fiends yang berjudul asli Les Diabolique ini mengambil genre psychological thriller dalam format hitam-putih. Suspense yang diangkat dari novel berjudul Celle qui n'était plus (She Who Was No More) karya Pierre Boileau dan Thomas Narcejac ini naskahnya ditulis oleh sang sutradara sendiri bersama dengan Jérôme Géronimi.


Henri-Georges Clouzot membawa kita ke sebuah boarding school yang dikepalai oleh kepala sekolah yang kejam dan kasar, Michel Delassalle (Paul Meurisse). Ia memiliki seorang istri sekaligus guru di sekolah tersebut, Christina Delassalle (Vera Clouzot), yang kerap ia semena-menakan. Di sisi lain, Michel juga punya hubungan tersendiri dengan guru wanita pula di sekolah itu, Nicole Horner (Simone Signoret), yang bahkan sering mempertontonkan kemesraan mereka di depan Christina sendiri. Di film lain, dua karakter ini pastinya akan digambarkan saling bermusuhan. Tapi, Diabolique malah memilih untuk tampil berbeda. Clouzot malah menggambarkan sosok Christina dan Nicole mempunya hubungan dekat yang hangat.

Didasarkan pada kebencian mendalam mereka terhadap Michel yang kerap berlaku kasar, Nicole kemudian merencanakan sesuatu untuk Michel. Apa itu? Tentu saja membunuh. Christina, yang awalnya ragu-ragu pun akhirnya memutuskan untuk bergabung dan bersama-sama menyusun rencana untuk membunuh Michel dengan cara Christina mengancam akan meminta cerai pada Michel dan mengajak bertemu di apartemen Nicole. Rencana berhasil, Michel dapat terbunuh dan mayatnya dapat dibawa ke sekolah mereka dan membuangya di sebuah kolam renang. Tinggal menunggu hingga mayatnya mengapung secara tiba-tiba dan tada! Alibi pun terbentuk. Tapi, ada satu pertanyaan yang mengganjal, benarkah mayat Michel berada dalam kolam renang tersebut?


Satu hal yang menarik dari Diabolique, tugas kita bukanlah menebak-nebak siapakah pembunuhnya dan apakah trik yang digunakan si pembunuh. Bahkan, di Diabolique pun, Clouzot telah menjabarkan dengan jelas siapa pembunuhnya dan bagaimana cara mereka membunuhnya. Lalu? Kita akan disuguhkan dengan sesuatu yang tak kalah menarik. Ke mana perginya mayat yang telah mereka bunuh? Apakah ada seseorang yang melihat pembunuhan tersebut dan mencoba memeras mereka? Atau mayat itu bergentayangan dan akan membalaskan dendamnya? Atau kah malah mayat tersebut berubah menjadi zombie yang menjijikkan?

Diabolique berjalan dengan ketegangan yang terbangun begitu pelan dan lamban. Clouzot membiarkan filmnya ini mengalir dengan begitu saja, yang malah membuat film ini terlihat lebih realistis. Tak ada adegan kejar-kejaran dan segalanya yang biasanya merupakan sifat mutlak sebuah suspense, bahkan dua wanita memilih membunuh dengan cara yang tergolong halus, bukan dengan merobek-robek isi perutnya, melainkan hanya dengan menenggelamkannya di bathtub saja. Sebagai gantinya, Clouzot membawa kita ke sebuah plot yang penuh kemelut dan misteri yang jujur sejujurnya, sangat sulit untuk ditebak.


Tapi, Clouzot tak ingin filmnya berakhir dengan begitu saja. Ia punya rencana yang ia susun dengan sangat rapi. Sebuah tamparan yang di luar dugaan dan datang secara tiba-tiba. Endingnya juga dikemas dengan sangat baik oleh Clouzot yang menghadirkan atmosfer mencekam efektif. Bahkan, ia sama sekali tak memerlukan musik latar yang psychedelic untuk menjadikan sebuah ending yang menggebu-gebu. Mungkin merupakan ending paling cerdas sekaligus mengejutkan yang pernah ada. Haunting!

Belum cukup? Rupanya Clouzot masih menyiapkan satu rencana terakhir. Ia membuat satu misteri lagi, dan sengaja tak membukanya dan membiarkan penonton mencerna dan mereka-reka sendiri apa yang ingin disampaikan Clouzot. Misteri yang mungkin agak nonsens, namun entah mengapa saya selalu penasaran dengan jawaban misteri tersebut. Dengan semua itu, rasanya tak ada keraguan lagi, Diabolique memang merupakan film suspense dengan misteri-misteri kelam yang benar-benar apik.


Di samping itu, Diabolique juga punya jajaran catsnya yang luar biasa solid. Di barisan terdepan, ada dua wanita, Simone Signoret dan Vera Clouzot. Simone Signoret, berhasil memerankan sosok wanita tangguh yang hampir tak kenal rasa takut. Lalu ada istri Henri-Georges Clouzot, Vera Clouzot yang rapuh dan lemah, namun ternyata punya keberanian yang cukup untuk mencabut nyawa seseorang. Dua karakter yang sangat bertolakbelakang ini dengan ajaibnya mampu Clouzot ubah menjadi perpaduan yang sangat unik dengan chemistry yang erat. Terlebih, mengingat mereka berdua memerankan dua peran yang seharusnya saling bermusuhan.

Meski tampil sebentar, performa Paul Meurisse tentunya harus pula dipuji. Sebagai seorang kepala sekolah yang semena-mena, kasar, dan kejam, ia tampil dengan sangat kuat. Sosoknya saya akui memang benar-benar menyebalkan, tapi kadang juga terlihat romantis namun manipulatif. Sosok menjadi mimpi buruk bagi siapa saja, bahkan bagi yang tak mengenalnya dan hanya melihatnya lewat layar. Bahkan, rasanya semua orang akan setuju untuk membunuh Michel jika kita diibaratkan menjadi dua perempuan tersebut.


Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, Diabolique tak punya banyak musik latar yang mengiringi setiap suspense-nya. Bahkan, seingat saya, musik latarnya hanya terletak di bagian opening dan creditnya saja. Namun, itulah hebatnya film ini. Diabolique tak perlu scoring seperti Psycho yang membahana. Ia hanya perlu teriakan, suara pintu yang terbuka, dan suara langkah kaki untuk membangun ketegangannya. Tapi, ketegangan itu tentu tak akan terwujud jika tidak dibarengi oleh penyutradaraan mumpuni dari Clouzot.

Diabolique, yang kerap disandingkan dan disejajarkan dengan Psycho (meski, jujur, saya lebih suka film ini dibanding Psycho) ini memang sebuah film yang cerdas. Dengan suspense yang merambat pelan, namun pasti dan efektif. Dengan departemen akting luar biasa dan misteri yang benar-benar kompleks. Jangan lupakan juga endingnya yang benar-benar membuat banyak orang mengeluarkan 'bahasa-bahasa kebun binatang-nya'. Sebuah film yang penuh dengan nuansa manipulatif. A truly brilliant suspense that Hitchcock never made!

9.0/10

0 comments:

Post a Comment