Friday, September 14, 2012

Tagged under: , , , , ,

[Review] Kala (2007)

"Bagaimana kalau cuma segini kemanusiaan kita? Bagaimana kalau sifat alami kita ya seperti ini?" ~ Eros

Siapa bilang seluruh film Indonesia adalah film tak berotak? Kita punya banyak film berkualitas, yang sayangnya malah kalah ekspos dari maraknya film jadi-jadian. Di drama kita punya begitu banyak film berkualitas, Arisan!, 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, Jamila dan Sang Presiden, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, hingga Sang Penari dapat dijadikan contoh. Ada juga Merantau dan The Raid untuk action, kendati sutradaranya merupakan orang asing. Horor? Ah, jangan remehkan. Ada Jelangkung, Keramat, hingga Pocong 2. Kalau thriller? Indonesia juga punya psychological thriller macam fiksi. (ya, judulnya memang memakai huruf kecil dan titik dibelakangnya) sampai film pendek Yours Truly. Misteri plus thriller juga ada, salah satunya film ini.

Jika berbicara tentang film thriller Indonesia, sosok seorang Joko Anwar pasti langsung muncul di kepala. Sebut saja Kala, Pintu Terlarang, hingga thriller teranyarnya, Modus Anomali. Kala, yang notabene merupakan thriller pertamanya Sebenarnya, saya telah menonton film yang satu ini bertahun-tahun yang lalu, tapi, untuk sebuah film karya Joko Anwar rasanya tak ada kata terlambat, bukan? 


Kala berlatarbelakang di sebuah negeri antah berantah tak bernama, dengan segala kekacauan dan perpecahan. Kala punya beberapa sisi cerita yang nantinya certa-cerita tersebut akan dipertemukan. Sisi pertama mencerikatakan dua orang polisi junior-senior, Eros (Ario Bayu) dan Hendro Waluyo (August Melasz) yang menginvestigasi sebuah kasus tentang pembakaran lima orang yang bibakar oleh warga. Sisi lainnya, ada Janus (Fachri Albar), seorang jurnalis pengidap nakolepsi, suatu keadaan dimana seseorang tak dapat mempertahankan keadaan sadar. Sama seperti duo polisi tersebut, Janus juga menyelidiki kasus pembakaran lima orang tersebut yang akhirnya mempertemukan Janus dengan Ratih, istri dari salah satu korban yang sedang hamil yang sedang barada di rumah sakit. Sayang, Janus tak dapat satupun informasi, karena itu ia akhirnya menyembukan sebuah tape recorder di pot yang terletak dekat Ratih.

Informasi didapat, Janus akhirnya memperdengarkan rekaman itu kepada temannya, Soebandi (Tipi Jabrik). Anehnya, Soebandi ditemukan meninggal keesokan harinya. Hal ini akhirnya mempertemukan Janus dengan Eros. Tentu hal ini adalah sebuah misteri bagi mereka, yang ternyata hanyalah sebuah pintu gerbang untuk sebuah misteri besar lagi yang rupanya berkaitan dengan akar sejarah bangsa Indonesia.


Sungguh suatu kesenangan bagi saya, melihat sebuah thriller sekelas Kala, apalagi produksi negeri sendiri. Terlebih Kala adalah thriller yang sangat etnik. Menggunakan salah satu bagian dari sejarah bangsa Indonesia, Jangka Jayabaya, sebagai salah satu alur utama yang kemudian dicampuradukkan dengan corak barat yang kental. Kala merupakan film yang sangat Indonesia, namun dengan cara pemaparan yang begitu barat.

Salah satu hal yang perlu digarisbawahi dari Kala adalah negeri dongeng versi Joko Anwar. Joko membuatnya sedemikian satir hingga rasanya negeri ini lebih cocok jika dibilang merupakan refleksi dan sindiran sosial bagi negeri sendiri. Sebut saja pejabat yang seenaknya sendiri, harta adalah segalanya, kejahatan telah menjadi tradisi, pengkhianatan, hingga kemiskinan yang merajalela, bahkan hingga kepercayaan berlebihan masyarakat terhadap segala sesuatu yang berbau klenik. Semuanya ditampilkan Joko Anwar dengan cerdasnya tanpa harus disampaikan secara terang-terangan, bahkan tanpa harus menyebut kata 'Indonesia" sekalipun. Suatu sindiran yang mampu tampil dengan begitu elegan.


Di bagian art direction-nya, Kala juga tampil unggul. Saya suka bagaimana Joko Anwar mengubah dunia versi dia dengan para penduduk yang berpakaian barat di tahun awal 1900an ala Baker Street-nya Sherlock Holmes, namun tetap ada nuansa Indonesia di dalamnya, lihat saja, mana mungkin di Baker Street ada penjual pecel lele? Di sini, Ario Bayu juga disulap menjadi 'Sherlock Holmes'-nya Indonesia. Kalau ada Sherlock Holmes, tentu ada Profesor Moriarty bukan? Tapi siapa?

Film ini juga termasuk film yang sangat nyeni. Bukan hanya ditampilkan lewat art direction, tapi luga lewat sinematografi. Sinematografinya tampil dengan angle-angle cantik, terlebih didukung tone-tone warna yang pas dan membuat suasana lebih terasa kuno dan kelam. Ya, Kala memberikan anda sebuah pengalaman visual yang sangat menarik dan artistik.


Bukan hanya visual, di bagian audio alias musik latarnya, ia juga dapat tampil menawan. Scoringnya menemani beberapa adegan, entah itu scene dengan suasana depresi atau menegangkan. Scoringnya mampu membuat Kala tampak lebih berkelas. Apalagi beberapa scoring memang kental sekali akan nuansa khas Indonesia yang terdengar sangat heroik. Membuat intensitas juga terbangun lebih kokoh. Kala bukan hanya memberikan pengalaman menarik di visualnya, tapi juga audio.

Kala juga unggul di castnya. Ada Fachri Albar yang tampak sangat cocok memerankan seorang jurnalis pengidap narkolepsi yang dapat tidur kapan dan dimana saja, sebagai seseorang yang tampak depresi setiap saat. Ario Bayu juga tampil menawan sebagai seorang polisi protagonis namun tetap punya rasa dingin dan terasa sedikit angkuh (mungkin lebih tepat dibilang cool). Seluruhnya juga dapat tampil dengan baik, seperti Fahrani, Shanty, dan August Melasz. Meski ada beberapa peran sekali muncul yang terlihat sedikit kaku.


Kala bukan hanya punya unsur thriller, drama, dan misteri. Ia juga punya beberapa adegan berdarah-darah ala slasher. Ada kepala terpenggal, kepala tertusuk pedang, hingga usus-usus yang berjuntaian keluar dari perut. Seluruhnya dapat tampil menawan meski memang beberapa tempat terlihat tidak terlalu real, mungkin juga karena budget yang kurang. Tapi, bagi saya itu sudah cukup lumayan, apalagi bagian berdarah-darah ini hanyalah pendukung saja.

Ada lagi kelemahan Kala, walau ini bukanlah masalah besar dan sama sekali tak punya hubungan dengan cerita film. Di beberapa scene yang mengambil gambar dari dalam mobil yang berjalan yang juga terlihat tak berjalan, alias hanya ada background gelap di balik kaca mobil, walaupun saya tahu itu sedang malam hari, tapi benarkah tak ada satupun pemandangan terlihat dari balik kaca mobil?


Saya akui Kala memang punya cerita yang sangat menarik. Diawali dengan opening yang meyakinkan, kemudia kita akan dibawa Joko Anwar ke sebuah dunia buatannya. Hingga menjelang akhir pun, tepatnya 20 menit terakhir, kita akan disuguhi sebuah kejutan besar, yang membayar 80 menit sebelumnya (meski belum dapat membayar semua dosa-dosa perfilman Indonesia, LOL), termasuk kemunculan hantu yang awalnya saya kira bukan sebuah ide bagus itu

Kala adalah thriller yang brilian. Semua ini tak terlepas dari peran Joko Anwar dapat menunaikan tugasnya dengan sangat mengagumkan, termasuk pemahaman mendalamnya dalam mempelajari Jangka Jayabaya. Dengan intensitas yang terjaga baik, cerita menarik, cast berkualitas, hingga sebuah tamparan yang mengejutkan di akhirnya. Memang ada beberapa kekurangan kecil, namun itu semua sama sekali tak berpengaruh terhadap kualitas filmnya. Senang rasanya Indonesia punya film berotak seperti Kala.

7.5/10

1 comments:

  1. boleh saya mengobrol dengan mas muzakki mengenai review film kala ini? mohon bantuannya mas, saya ingin mewawancari mas muzakki perihal review film kala yang mas muzakki tulis, saya sedang melakukan penelitian, mohon bantuannya mas muzakki. terima kasih...

    ReplyDelete