Tuesday, November 6, 2012

Tagged under: , , , , , ,

[Review] Brave (2012)

"Legends are lessons. They ring with the truth." ~ Elinor

Setelah dihajar habis-habisan oleh para kritikus dunia lewat Cars 2, kini Pixar kembali dengan Brave. Awalnya, dilihat dari kemasannya, saya kira Brave akan menjadi Cars 2 versi dongeng. Dari trailer? Jujur, tak menarik, apalagi karena saya tak terlalu suka kisah ancient. Jujur lagi, saat ingin menontonnya, saya tak menaruh ekspektasi apa-apa. Saya juga tak tau Brave ini akan bercerita tentang apa dan nantinya akan menjadi sebuah film animasi yang seperti apa. Satu-satunya yang saya tahu dari Brave saat itu adalah karakter utamanya merupakan seorang gadis berambut merah panjang nan lebat. Itu saja, tak ada yang lain.

Well, tapi tak ada salahnya mencoba bukan? Brave yang dibintangi oleh Kelly Macdonald (Gosford Park, 2001) dan Emma Thompson (Nanny McPhee, 2005) ini tetaplah membuat penasaran. Siapa yang tidak penasaran dengan produk-produk Pixar? Terlebih setelah dihujat akibat Cars 2, tentu rasa penasaran kita akan makin bertambah: apakah karya Pixar teranyar ini akan menjadi sebuah film konyol, atau sebaliknya, membuktikan bahwa Pixar tetaplah Pixar yang dulu kita kenal?


Berlatar sebuah kerajaan zaman dahulu di Skotlandia, seorang Raja dan Ratu, Fergus dan Elinor mempunyai seorang putri kecil bernama Merida. Ayah Merida, Fergus mendidiknya menjadi seorang pemanah. Saat Merida kecil, mereka bertiga pernah diserang oleh seekor beruang besar bernama Mor'du, yang akhirnya memangsa kaki kiri Fergus.

Saat Merida beranjak dewasa dan ia telah menjadi kakak dari 3 setan kecil, yaitu Hamish, Hubert, dan Harris yang usil, orangtuanya (khususnya ibu Merida) memutuskan untuk mengadakan kompetisi yang diikuti setiap putera dari setiap klan untuk memperebutkan Merida. Tentu saja ia memberontak. Ia tidak ingin hidup dalam kekangan dan ia ingin kebebasan. Apa yang dilakukan Merida untuk mengubah takdirnya? Apakah jalan hidupnya harus tetap dituntun sang ibu? Atau ia dapat menentukan jalan takdirnya sendiri?


Sebenarnya, dari opening, tak terlalu menarik. Dari openingnya pula, saya dapat menyimpulkan akan dibawa kemana kisah Brave ini (mengingat saya tak pernah mengetahui cerita dari Brave sebelum menontonnya). Saya mengira bahwa Mor'du akan kembali dan membalaskan dendamnya kepada ayah Merida, Fergus. Namun, saya salah besar. Lalu, bagaimana?

Seiring dengan berjalannya durasi, kita mulai ditampakkan hubungan tak harmonis Merida dengan ibunya, Elinor. Mulai terlihatlah kisah yang ingin diangkat oleh Pixar. Namun, dipertengahan film, Brave membuat satu gebrakan alias inovasi di antara tema kisah hubungan ibu dan anak yang terdengar pasaran itu. Suatu hal yang berbeda dari yang lainnya. Dan dari sinilah saya mulai yakin: Pixar telah kembali!


Naskahnya tampil dengan begitu rapi. Lewat cerita yang sebenarnya bukanlah hal baru lagi, ternyata Brave mampu berkembang menjadi sebuah cerita yang lebih kompleks, namun tetap ringan. Ceritanya sendiri merupakan gabungan dari kisah dongeng dengan dunia magis. Jangan lupakan pula bagaimana karakteristik Pixar yang selalu mempunyai unsur emosional dengan moral mendalam, yang juga masih ada menjadi salah satu bagian terkuat dari Brave. Komedi-komedinya juga berhasil memancing tawa, meski beberapa komedinya terkesan agak dewasa.

Saya juga amat terkesan dengan bagaimana cara para screenwriter-nya, Mark Andrews, Steve Purcell, Brenda Chapman, dan Irene Mecchi menyelipkan unsur tribut kepada mendiang Steve Jobs. Tak usah secara eksplisit, cukup dengan cara tersirat. Dan saya akui, cara itu begitu cerdas, meski memang terlihat sangat sederhana. Cara yang dipilah Elinor untuk menceritakan kisah kerajaan yang hilang dengan menggunakan catur juga patut diacungi jempol. Kreatif dan efektif.


Mark Andrews dan Brenda Chapman sebagai duo sutradara juga sangat berhasil menjalan tugasnya. Mereka mampu mengeksekusi cerita Brave dengan baik. Terlebih didukung pula oleh naskah yang kuat. Duo sutradara ini dapat menyampaikan setiap emosi-emosi terdalamnya kepada tiap penonton, juga menggabungkan dengan joke-jokenya. Hasilnya? Intensitas mampu terjaga dari awal hingga akhir film, menjadikannya sebuah film yang sama sekali tak membosankan, bahkan untuk ditonton berkali-kali pun.

Meski hanya terdengar suaranya sepanjang film, para dubber tentu tak dapat dilupakan. Di jajaran utamanya terdapat Kelly Macdonald yang sukses menyuarakan seorang putri kerajaan yang bersifat pemberontak. Sang raja berkelakuan konyol, Fergus, juga mampu tampil gemilang berkat penyuaraan Billy Connoly. Emma Thompson yang juga telah berpengalaman memerankan seorang nanny juga mampu berubah menjadi ibu sekaligus ratu yang selalu ingin menjadikan putrinya seorang putri kerajaan yang sempurna.


Dalam animasinya, tentu telah tertebak. Ya, Pixar memang selalu terdepan dalam hal seperti ini. Namun kini Pixar selangkah lebih maju dalam animasinya. Dala Brave, tampak sekali bahwa animasinya kini tampil lebih matang dari sebelum-sebelumnya. Lihat saja tekstur rambut merah mengembang Merida yang terlihat begitu ruwet dan rumit sekaligus cantik. Setiap ekspresi juga dapat disampaikan dengan baik lewat animasinya. Scoringnya juga mampu hadir dengan meyakinkan dengan scoring yang terdengar ancient dan etnik.

Brave tampil tanpa kekurangan berarti. Dari mulai animasi, cerita, eksekusi, hingga naskah. Meski memang masih berada di bawah film-film Pixar lain seperti Up, WALL•E, The Incredibles, dan trilogi Toy Story. Brave sendiri sebenarnya masih kurang di cita rasa Pixarnya, namun untungnya tetap mampu melebihi ekspektasi. Ya, tampaknya jalannya akan cukup mulus di Oscar, meski besar kemungkinan Frankenweenie akan memperterjal jalannya. Terlepas dari Oscar, yang penting Pixar telah menemukan will-o'-the-wisp-nya di kegelapan hutan. Will-o'-the-wisp yang menuntun Pixar menuju jalan yang lebih baik lagi. Welcome back, Pixar!


7.5

0 comments:

Post a Comment