Tuesday, October 21, 2014

Tagged under: , , , , , ,

[Review] Gone Girl (2014)

"You two are the most f*cked up people I've ever met and I deal with f*cked up people for a living." - Tanner Bolt

Gone Girl, ini bukan sekuel dari Gone Baby Gone, tapi tetap ada nama Ben Affleck meskipun hadir di lini depan sebagai aktor utama. Kali ini, adalah nama seorang David Fincher yang duduk di bangku sutradara. Sejak kemunculan Alien 3 yang dianggap gagal dalam kacamata sekuel, David Fincher nyatanya tak berhenti di situ. Lewat Se7en pada 1995, diikuti oleh The Game, Fight Club, Panic Room, Zodiac, Benjamin Button, The Social Network, hingga The Girl with the Dragoon Tattoo pada 2011. Ini adalah perjalanan karir yang luar biasa. Selama 16 tahun produktif dalam industri dan tanpa pernah sekalipun mendapatkan rapor merah, Fincher tentunya bukan sutradara kemarin sore. Tiga tahun kemudian, dengan dirilisnya Gone Girl, karirnya bertambah cemerlang, dengan kembali mencetak 19 tahun perjalanan karir tanpa satupun kegagalan.

Apa yang akan anda lakukan ketika usia pernikahan anda menginjak tahun ke-5? Sebagian besar orang akan merayakannya, namun pasangan suami-istri Nick Dunne (Ben Affleck) dan Amy Dunne (Rosamund Pike) berbeda. Tahun ke-5 adalah awal dari semua katastrofi. Amy, yang seharusnya berada di rumah ketika sang suami pulang dari kerjanya, malah hilang entah ke mana, meninggalkan hanyalah meja yang pecah dan porak-poranda. Dengan bantuan kepolisian, jangan harapkan segalanya menjadi lebih baik. Yang ada, dengan beragam bukti yang polisi temukan, malah memunculkan spekulasi bahwa Nick-lah dalang di balik semua ini. Layaknya media masa dan masyarakat dalam filmnya, kita dibuat bertanya-tanya, di manakah Amy berada dan siapakah orang yang ada dibaliknya?


Secara garis besar, dengan premisnya yang begitu menarik, kisah yang Gone Girl bawa sebenarnya bukanlah hal paling kompleks yang pernah ada. Ia bisa digambarkan lewat sudut pandang sederhana, namun tentu bukan itu jalan yang Gillian Flynn ramu. Sebaliknya, ia dijabarkan lewat dua buah perspektif, dengan sebuah permainan naratif yang mampu membuat berbagai persimpangan dalam cara penonton menangkap yang ia ceritakan. Lewat permainan penuh teka-teki ini, penonton di ajak menyusuri labirin di mana tiap-tiap twist menunggu di akhirnya (atau di tengah perjalanan), sembari mengumpulkan keping demi keping potongan puzzle yang tersebar sejak menit pertama filmnya bergulir. Bukan hanya soal mystery/psychological thriller saja, ada drama pahit di antaranya, sebuah catastrophic romance dengan banyak bumbu anti-romance di sana-sini. Hasilnya, ini jauh dari kesan memperbelit apa yang seharusnya dapat menjadi sederhana, sebaliknya ini menunjukkan bahwa, dengan bermodal subjek minimalis, bukan berarti ia juga harus dijabarkan dengan jalan yang tak menarik. Gone Girl membuktikannya, ia merupakan sebuah perjalanan menegangkan dengan plot memukau sekaligus intelligent, dengan kisah yang mampu membuat siapapun ikut hanyut ke dalam misterinya.

Sejak Se7en yang rilis 19 tahun lalu, sutradara David Fincher tak pernah gagal. Ia adalah salah satu sineas dengan karir dan kualitas karya paling stabil yang pernah ada (we're looking at you, Woody Allen). Dan, dikali kesembilannya ini, ia kembali membuktikannya eksistensinya. Terbukti, Gone Girl berhasil bukan hanya berkat naskahnya, namun juga berkat peran Fincher yang mampu mengubah Gone Girl menjadi sebuah rollercoaster menegangkan dan penuh teka-teki yang menjaga penonton tetap berada di tempat duduknya. Fincher berhasil menjaga tensi dengan begitu baik dibalik atmosfer gelap yang ia susun serta pengemasannya yang begitu matang dan stylish. Ada banyak tanda tanya di dalamnya, dan bagaimana Fincher menangani semua ini merupakan hal yang luar biasa. Berbekal naskah yang tak kalah baiknya, Fincher bukan hanya berhasil mempertahankan ketegangan, namun juga dalam menyuntikkan dan mempermainkan emosi penonton, memberikan Gone Girl sebuah bone-chilling experience, sejak menit pertama hingga kredit bergulir.


Anda mungkin berpikir bahwa Amy adalah nahkoda dari semuanya. Kisahnya berakar pada Amy yang hilang entah ke mana, sepanjang film anda akan menelusuri perjalanan panjang untuk mengetahui siapa sebenarnya Amy, bahkan hingga judulnya pun merujuk pada karakter ini. Tapi, itu tak sepenuhnya benar. Ada peran media yang besar di baliknya. Tanpa disadari maupun tidak, media adalah penggerak yang berperan besar dalam pergolakan cerita. Gyllian Flynn, yang juga merupakan penulis asli dari novelnya, mampu menuangkan satir mengenai isu media (dan tentunya isu perkawinan) dengan cerdas dan lugas. Mampu menjadikan penonton layaknya masyarakat yang tersetir oleh media, kisahnya terasa dinamis dengan penonton yang dapat membenci suatu karakter, kemudian menyukainya, membenci, dan menyukainya kembali. 

Gone Girl mampu mempermainkan penonton, bukan hanya dengan kisah yang naik turun ataupun pengaruh media yang ia sindir, namun juga karakter-karakter kompleks yang ada di antara dua zona. Ya, tak ada satupun karakter yang hadir dalam zona dengan batas yang jelas. Tak ada hitam, tak ada putih, yang ada hanyalah abu-abu. Dengan sebuah opening shot yang cantik, Gone Girl mampu memancing rasa penasaran, menampilkan Amy dengan tatapan manis dan misterius, yang bahkan hanya dengan itu, telah dapat membuat anda merasakan kompleksitasnya. Sementara Nick, terlebih dengan senyumnya yang media sebut sebagai 'the killer smile' dan segala rahasia pernikahannya yang ia pendammampu memikat atensi dengan begitu baik dengan permainan kisah yang Flynn tulis. Sekalipun kebenaran telah terkuak, tiap penonton pun tak akan memihak pada karakter yang itu-itu saja. Anehnya, sekalipun kebanyakan karakter yang hadir dalam Gone Girl adalah karakter 'kusut', flawed, dan bermasalahtak ada satupun bagi saya yang hadir sebagai 'the unlikeable one', bahkan karakter yang 'seharusnya' anda benci mampu menjadi karakter mudah disukai audiens.



One of many aspects that makes Gone Girl as one of the best films in 2014 is: how perfectly casted the film is. Siapa sangka bahwa Nick alias Ben Affleck, dulunya pernah berlakon dalam Gigli, Pasti, penampilannya telah banyak mengalami peningkatan beberapa tahun sebelumnya, namun Gone Girl merupakan career-defining bagi peraih 2 Oscar ini. Ia flawed namun mudah disukai, bukan manusia suci namun jelas bukan seseorang untuk dibenci (well, sometimes). Sementara itu, Rosamund Pike bersinar. Lewat oscar-buzz yang mengelilinginya, ia tampil luwes, mengisi tiap ruang yang David Fincher dan Gillian Flynn berikan lewat betapa kompleks karakter yang ia miliki. Misterius, seduktif, namun juga innocent sekaligus memikat, layaknya setiap wajah yang muncul dalam film ini. Gelar salah satu penampilan terbaik tahun ini pun sama sekali tak berlebihan jika disematkan padanya.

Di baliknya ada wanita lain, Carrie Coon yang tak kalah kuat. Hadir di peran supporting, ia mewakili penonton dengan jalan pemikirannya, sekaligus mewarnai perjalanan kelam ini dengan secuil humor yang ia bawa. Sekalipun awalny mengundang tanda tanya besar setelah Fincher merekrut Tyler Perry, namun ia nyatanya berhasil mematahkan spekulasi buruk penonton sebagai lawyer yang juga hadir mewarnai suasana. Satu lagi yang mengejutkan untuk tampil dalam kredit adalah Neil Patrick Harris yang benar-benar keluar dari komedi yang dikenal sebagai comfort zone-nya selama (where he's also good at it). Sebagai mantan kekasih Amy, ia creepy dan tajam, sekalipun pada beberapa bagian terkesan trying too hard, namun secara garis besar, ia mampu melakonkan Desi dengan baik.


Ditengah tone yang kelam, ia tetap mampu mempesona lewat visualnya yang stylish, sebagaimana tiap karya David Fincher. Sinematografinya harus diakui cantik, dengan angle-angle dari Jeff Cronenweth yang memanjakan mata sekalipun hadir dengan tone yang gloomy. Scoring dari Trent Reznor dan Atticus Ross juga tampil sebagai top-notch, dengan melodi-melodi yang menggetarkan, membangun tensi sedikit demi sedikit. Editing juga hadir dengan kisah yang setali tiga uang. Sebagai salah satu contender utama dalam Best Editing di sesi musim penghargaan nantinya, ia solid dan kokoh, terlebih didukung narasi filmnya yang berlapis-lapis, memberikan banyak ruang bagi Kirk Baxter untuk tampil meyakinkan lewat potongan-potongan gambar.

Ada banyak career-defining performances dalam Gone Girl. Ini adalah akting terbaik Tyler Perry dan penampilan pertama Harris di luar zona nyamannya, sementara Gone Girl juga membawa nama ketiga aktornya ke puncak, Carrie Coon dan (terutama) bagi dua lead-nya, Ben Affleck dan Rosamund Pike yang mungkin saja berbuah sebuah nominasi Oscar bagi Pike. Tapi, career-defining performance paling utama datang dari seorang David Fincher. Dengan plot mempesona dari Gillian Fylnn, David Fincher kembali mencapai strike untuk kesekian kalinya dengan nilai yang jauh di atas rata-rata. It's crystal clear: Gone Girl bukan hanya tentang seorang wanita yang hilang, lebih dari itu, ia menggelitik dengan isu-isu satir yang ia kemukakan, sekaligus memberikan pengalaman sinematik memukau yang membawa film serupa ke level yang lebih tinggi dari yang sudah-sudah.

3 comments:

  1. Duuh baca reviewnya jadi bikin makin ga sabar buat nonton!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emang film ini layak banget buat ditunggu, apalagi Amy di sini one hell of a character abis, haha. Sayang banget ya batal tayang di Indo :/

      Delete
  2. Casino 2021 - JRM Hub
    The Casino 2021 has been 익산 출장마사지 a great experience. Casino with over 1,600 slots, live table games, 원주 출장마사지 bingo, bingo, casino & poker 당진 출장마사지 games and many 보령 출장마사지 more. 전주 출장마사지

    ReplyDelete