"I am Groot." - Groot
Okay, I get it. I saw this like a month ago, and this review is just so overdue. Well, forgive me for having such a busy time, plus writing a review actually needs high level of mood, and i wasn't in the right mood. But, don't worry, i am right now. So, here we go: this time it's about the lost brother of The Avengers from the same universe. It's Marvel's time again, ladies and gentlemen! But wait, Guardians of the Galaxy is no The Avengers. Ya, mereka tentu jauh dari pinang yang di belah dua, keduanya lebih seperti kakak beradik yang tidak akur, mirip secara konsep tapi berbeda jauh dalam pengemasannya. The Avengers adalah kakak yang serius dan lebih populer, sementara adiknya Guardians of the Galaxy adalah adik yang bawel, punya selera humor tinggi plus selera musik renyah, dan jauh lebih rebellious.
Diawali oleh opening yang cukup emosional, Guardians of the Galaxy menyorot Peter Quill kecil yang baru saja kehilangan ibunya, diculik oleh kaum pembajak angkasa, Ravagers. Dibesarkan oleh kaum pembajak membuat Peter Quill dewasa (Chris Pratt) menjadi seorang pencuri. Salah satu yang ia curi adalah bola misterius orb, yang rupanya juga merupakan incaran penjahat berbahaya galaksi, Ronan (Lee Pace). Quill yang tanpa pernah mengetahui apa bola misterius itu, tak mampu menghindari perkelahian perebutan orb antara utusan Ronan yang akhirnya membelot, Gamora (Zoe Saldana) dan 2 kriminal lain, Rocket (Bradley Cooper) dan Groot (Vin Diesel), yang berujung pada penjeblosan keempatnya ke dalam bui. Bersama Drax (Dave Bautista) yang mereka temui di penjara, mereka berlima yang akhirnya mengetahui kekuatan bola itu memutuskan untuk menjualnya demi materi. Tapi, ada satu hal yang tak mereka sadari: bahwa sebenarnta mereka juga sedang menyelamatkan galaksi dari kehancuran.
Nyatanya, film teranyar Marvel ini bukan hanya berbeda dari The Avengers, Guardians of the Galaxy juga berbeda dari kisah Marvel yang sudah-sudah. Ini bukan lagi sekedar film action pahlawan super dengan sisipan dialog menggelitik di antaranya, ini sudah layaknya sebuah komedi yang bercampur sempurna dengan sisi maskulinnya yang kental serta sisi emosional yang tak terlupakan. Tak ada lagi yang namanya 'sisipan', seluruh sisinya mampu hadir dengan porsi berimbang, menjadikan Guardians of the Galaxy bukan hanya sebagai film paling seru dan paling cool tahun ini, tapi secara mengejutkan, juga sebagai yang paling konyol di jajaran film 2014.
Ya, anda jelas tak akan melengkungkan bibir semata, tapi lebih dari itu, akan ada banyak tawa besar yang menghiasi 2 jamnya. Ya, selama 2 jam itu pula, anda akan puas dengan para 'superhero' yang memiliki bakat tersembunyi sebagai komedian. Dari Drax si algojo besar yang berada di batas abu-abu antara polos dan bodoh; Rocket, rakun bawel yang tak pernah bisa menutup mulut; Groot si manusia akar yang tak pernah menambah satu kosa kata baru pun dalam kamus bahasanya, Gamora, wanita yang tangguh dan, err, berkulit hijau; hingga Peter Quill yang sok asik meski hadir dengan selera musik paling asyik di antara seluruh karakter Marvel.
Selera humor Guardians of the Galaxy memang bukan tergolong black comedy atau yang orang-orang sebut sebagai 'komedi khusus orang pintar'. Naskah hasil kolaborasi ini lebih memilih untuk membawa komedinya secara blak-blakan, mengolok-olok James Pollock, mengungkit Kevin Bacon, dan Footloose-nya, membuat suasana heroik menjadi penuh gelak tawa, hingga menertawakan hal-hal lain yang sebelumnya kita pikir tak akan bisa ditertawakan. Kaya akan punch line, naskahnya kapan saja 'meninju' anda dengan komedi tanpa rasa ampun, menggabungkan dialog-dialog witty dengan suasana heroik, dan hasilnya? Sebuah keseruan yang hadir dengan sense of humor yang jauh di atas rata-rata, dan yang lebih mengagumkan: ternyata banyak kekonyolan dan pahlawan super dalam satu frame bukanlah ide yang buruk, sama sekali!
Ada dua hal di mana Marvel tak pernah gagal. Yang pertama, tentunya gagal dalam box-office, US box-office yang mencapai lebih dari 300 juta dollar sudah berbicara banyak. Yang kedua? Apalagi kalau bukan dalam aksi yang keren dan penuh segmen akrobatik, Marvel can do no wrong in this section. Penuh energi, dinamis, dan menghentak, Guardians of the Galaxy rupanya tetap mampu mengemas aksinya dengan penuh keseruan dan tanpa pernah sekalipun tenggelam di tengah terjangan gelak tawanya. Dan, lewat tangan James Gunn, Marvel kembali membuktikan bahwa studio ini rupanya masih manjur dalam soal perkelahian si baik dan si jahat, sekaligus makin menegaskan namanya sebagai studio spesialis aksi pengundang decak kagum.
Di departemen akting, Guardians of the Galaxy diisi oleh cast yang bersinar yang dihiasi sekumpulan superhero bermoral rusak, dengan Chris Pratt sebagai 'Han Solo' dari ranah Marvel. Ia kharismatik, witty, flamboyan, and he's definitely the star and the heart of the entire movie. Di belakangnya, ada Zoe Saldana yang begitu tangguh sekalipun dalam kulit serupa Shrek dan sebangsanya. Sedangkan, Dave Bautista akhirnya mampu menunjukkan kemampuannya dengan berlakon sebagai Drax, algojo polos yang terbutakan oleh masa lalunya yang kelam. Dan, jangan lupakan pula bahwa ternyata film ini dihiasi oleh nama kondang Vin Diesel dan Bradley Cooper yang bersembunyi di balik efek komputer. Sementara Vin Diesel berhasil mencuri perhatian dengan dialog yang itu-itu saja, Bradley Cooper sukses bermulut kotor dan menjadi filthy mouth of the year lewat figur rakun hasil eksperimen genetik itu.
Soal hati, jangan ditanya lagi. Guardians of the Galaxy memiliki banyak momen emosional. Dari opening yang dramatis, ditambah karakter serta kekonyolonnya yang ternyata membantu penonton dalam memahami latar belakang mereka dan berempati terhadap para mantan kriminal ini. Ya, berbekal dari moral mereka yang telah 'rusak', James Gunn dan Nicole Perlman mampu meramu kisah yang (secara mengejutkan) dipenuhi ruang bebas bagi karakternya untuk berkembang, membuat prostetik dan efek komputer bukan lagi halangan berarti bagi penonton untuk mengenal mereka lebih jauh. Bermodal ini semua, Guardians of the Galaxy mampu menuturkan suatu kisah yang begitu humanis, sekalipun hanya ada satu manusia di jajaran pemain utamanya.
Tak ada yang menyangkal bahwa Guardians of the Galaxy mungkin adalah film paling cool tahun ini. Tapi, ada satu hal lagi yang menjadikan Guardians of the Galaxy jauh lebih cool. Cerita? Humor? Segmen aksi? Karakter? Well, tentunya, but that's not what i'm talking about. Apalagi kalau bukan mixtape Star-Lord dan kegemarannya terhadap musik. Bukan sekedar kegemaran belaka, mixtape ini adalah emotional core yang krusial, satu-satunya kenangan Quill terhadap ibunya dan terhadap rumahnya, bumi. Dengan diisi lagu-lagu oldies dari dekade '60an hingga '70an, James Gunn berhasil mengaplikasikan penggunaan soundtrack terbaik dalam tahun-tahun terakhir ini. Dari Hooked on A Feeling yang terngiang sejak awal film hingga O-O-H Child yang disajikan dengan komikal, Guardians of the Galaxy mampu membuat lagu-lagu bernuansa retro ini terdengar begitu masa kini. Belum cukup, soundtrack-nya membentuk sebuah kolaborasi manis dengan visual cantiknya yang futuristik. Kolaborasi antar 2 generasi yang tak biasa memang, namun siapapun tak dapat menolak pesonanya.
Dari kemasannya, Guardians of the Galaxy lebih terlihat seperti proyek Marvel yang direaliasasikan hanya karena kesuksesan The Avengers. Tapi, jika kita lihat apa proyek ini sebenarnya, maka Guardians of the Galaxy adalah film yang paling berbeda dari para saudara pahlawan supernya, sekaligus proyek paling beresiko dari yang sudah-sudah. Sebuah film yang aneh untuk ukuran film superhero: karakter-karakternya terlalu ;rusak' dan aneh untuk menjadi pahlawan super, komedinya aneh dan unexpected serta penuh 'punch line' yang siap menginjeksikan anda dengan serum tawanya, hingga perhatiannya yang begitu besar dalam penggunaan soundtrack yang bahkan mendominasi scoring-nya. Ini tentu bukan deskripsi umum bagi film superhero, tapi berkat inilah Guardians of the Galaxy mampu mengukir tempat baru dalam universe Marvel yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Secara tak langsung James Gunn berhasil dalam menggebrak dinding film superhero, menghancurkan stereotype yang kini telah lama melekat pada film serupa, menjadikan Guardians of the Galaxy sebagai angin segar di tengah terjangan karakter pahlawan yang terlalu serius, salah satu film paling mengagumkan tahun ini, dan layaknya apa yang Rocket katakan semuanya datang dari a bunch of jackasses standing in a circle!
For me the characters make this film.
ReplyDeletePlay now game
b games
fallout shelter mysterious stranger,
coolified games,
happy wheels poki