Friday, June 15, 2012

Tagged under: , , ,

[Review] Frozen (2010)

"Hmmm, smell that mountain air. You know what it smells like?... Cancer." ~ Joe Lynch

Frozen, merupakan film besutan sutradara Adam Green, yang juga merangkak sebagai penulis naskah. Premisnya benar-benar sederhana, kalau tak mau dibilang klise. Yah, tipikal film-film horor-thriller biasanya lah. Itu jugalah yang membuat saya tak terlalu mengekspektasikan film ini dengan ekspektasi setinggi langit. Nah, dengan premis sederhana itu apakah berarti Frozen seketika menjadi film low-budget ini menjadi buruk? Let's see!

Kisah mereka dimulai ketika sekelompok orang tak bermodal, Dan Walker (Kevin Zegers) serta kekasihnya, Parker O'Neil (Emma Bell) juga sahabatnya, Joe Lynch (Shawn Ashmore) memutuskan untuk menghabiskan waktu liburan mereka dengan ber-snow-boarding ria di Gunung Holliston. Mengapa tak bermodal? Lihat saja tingkah Parker, satu-satunya perempuan diantara mereka yang terpaksa merayu petugas chairlift, Jason agar dapat naik chairlift tersebut bersama teman-temannya, hanya karena uang mereka tak mencukupi. Dan rencana gila itu akhirnya berhasil juga. Dalam perjalanan menuju atas gunung, chairlift itu sempat berhenti sejenak, namun akhirnya dapat kembali berjalan dan mengantarkan mereka sampai ke tujuan.


Malam hari telah tiba, mereka akhirnya memutuskan untuk turun gunung dengan chairlift itu lagi. Namun, ternyata chairlift tersebut telah tutup karena cuaca buruk. Beruntung, mereka bertemu kembali dengan petugas chairlift itu lagi dan kembali diperbolehkan untuk menaikinya. Beberapa saat kemudian, Jason dipanggil oleh bosnya yang kemudian ia digantkan oleh Rifkin. Sayangnya, terjadi sebuah kesalahpahaman dan Rifkin pun menutup tempat tersebut.


Sementara Dan dan kawan-kawannya masih berada dalam chairlift tersebut. Tentu saja chairlift itu mati. Mereka bertiga awalnya mengira bahwa kejadian ini sama seperti yang mereka alami sebelumnya. Tapi, tiba-tiba saja seluruh lampu dimatikan, pertanda tempat itu akan ditutup. Mereka panik, tak bisa kemana-kemana. Tak ada yang bisa menolong mereka, apalagi chairlift tersebut akan tutup selama 5 hari. Mereka hanya punya 2 pilihan: hidup atau mati. Mereka hanya bisa berdiam diri dan membeku pada akhirnya atau meninggalkan 'gondola udara' tersebut untuk menyelamatkan diri.

Sebelum membicarakan kekurangannya, mari bicarakan dulu kelebihannya. Departemen akting merupakan salah satu nilai plus film ini. Sama sekali tidak murahan, apalagi kalau dibandingkan film thriller atau horor lain.


Emma Bell berhak kita beri sedikit highlight dibading yang lain. Kepanikan dan ketakutan dapat tergambar jelas dari akting Emma Bell, yang sayangnya tak terlalu tampak saat ia membintangi Final Destination 5. Hal yang sama juga terjadi pada Shawn Ashmore, namun dengan karakter yang lebih berbeda. Kita dapat melihat evolusi karakter Shawn Ashmore, yang mula-mula merupakan badboy, perlahan berubah menjadi karakter hero. Dan terakhir, ada Kevin Zegers yang tentu tak bisa kita lupakan, meski hanya muncul sebentar.


Soal cerita, Frozen seperti berhasil menghadirkan cerita yang awalnya mungkin sederhana, namun karena simplicity-nya itu pulalah, kesan realistis-nya makin terasa. Jangan lupa, tata musiknya benar-benar pas menggambarkan segala suasana mencekam, kengerian, hingga kesedihan, bahkan juga hingga kita dapat seolah merasakan kesakitan karena fraktura. Ngilu! Tentu saja kombinasi semua ini berhasil menghadirkan thriller yang cukup menegangkan. Satu level diatas film thriller-thriller low-budget lainnya lah.

Frozen bukanlah film yang sempurna. Ada satu hal sebenarnya yang sangat mengganggu menurut saya, yaitu dialog. Dialognya bertele-tele, terlalu panjang, tak terlalu penting, tak to-the-point, bahkan terkesan hanya untuk memperpanjang durasi, apalagi saat awal-awal film. Tentu ini menimbulkan perasaan kebosanan bagai beberapa orang, termasuk juga bagi saya.


Sebenarnya, Frozen sangat berpotensi untuk menjadi film thriller yang sangat istimewa, hanya saja dialognya menjadi penghalang utama (tapi bukan berarti jelek, lumayanlah). Terlepas dari itu, Frozen tetaplah thriller low-budget yang cukup bagus dengan premisnya yang menawarkan sederhana namun realistis, dengan dukungan akting para pemerannya yang tidak murahan. Tentu saja film survival ini sangat patut untuk kita apresiasi.

6.5/10

Friday, June 8, 2012

Tagged under: , , , , ,

[Review] The Adventures of Tintin (2011)

 "Failed. There are plenty of others willing to call you a failure. A fool. A loser. A hopeless souse. Don't you ever say it of yourself. You send out the wrong signal, that is what people pick up. Don't you understand? You care about something, you fight for it. You hit a wall, you push through it. There's something you need to know about failure, Tintin. You can never let it defeat you." ~ Kapten Haddock

Tintin. Siapa tak kenal dengan tokoh jurnalis muda ciptaan komikus Belgia, Hergé yang terkenal akan jambul pirangnya itu. Siapa pula tak kenal anjing lucu piaraannya, Milou (dikenal juga dengan nama Snowy) yang kerap membantunya dalam setiap penyelidikannya. Well, meskipun saya bukanlah salah satu penggemarnya (ya, meski pun saya memang pernah sih baca komiknya, itu pun sudah lupa baca komik yang mana, hehe), tapi siapa yang tak akan semangat bila kisah serial Tintin ini diangkat ke dalam sebuah film? Apalagi filmnya merupakan gabungan dari 3 episode sekaligus, yaitu 'The Crab with the Golden Claws' (1941), 'The Secret of the Unicorn' (1943), dan 'Red Rackham's Treasure' (1944).

Belum lagi filmnya dibuat menggunakan teknologi canggih, motion capture. Dan yang lebih hebatnya lagi, The Adventures of Tintin ini digarap oleh dua nama besar Hollywood, Steven Spielberg (Schindler's List, 1993) dan Peter Jackson (The Lord of the Rings trilogy, 2001, 2002, 2003). Kolaborasi dua sosok yang sama-sama pernah memenangkan 3 Oscar ini pastinya menjadi keistimewaan dan ketertarikan tersendiri. 


Filmnya diawali opening credit dengan Tintin versi 2 dimensi yang colorful, kemudian dilanjutkan dengan scene 'pamer' CGI (ya, meski jujur saja ini ada di seluruh durasi film). Betapa tidak, The Adventures of Tintin menghadirkan visual animasi yang bener-benar terlihat nyata. Setiap scene memperlihatkan animasinya yang benar-benar detail, bahkan hingga texture pakaian Tintin sekalipun. Wajar saja, karena film ini memakai teknologi motion-capture, sama seperti yang dipakai oleh The Polar Express, Avatar, ataupun Rise of the Planet of the Apes. Apalagi animasinya merupakan kreasi dari Weta Digital milik Peter Jackson, yang sudah tak usah lagi dipertanyakan kualitasnya.


Dalam film ini, tentu saja karakter Tintin, Snowy, dua detektif kembar identik Thomson dan Thompson, serta Kapten Haddock, menjelma menjadi makhluk 3 dimensi, dimana sebelumnya kita hanya bisa melihatnya dalam 2 dimensi saja, alias hanya dalam kertas.

Berawal dari kisah Tintin (Jamie Bell) serta anjing kesayangannya, Snowy yang sedang berjalan-jalan ke sebuah pasar. Saat itu, Tintin tertarik dengan sebuah miniatur kapal perang tua dari abd ke-17 bernama Unicorn dan akhirnya memutuskan untuk membelinya, apalagi harganya tergolong sangat murah. Setelah membelinya, ia kedatangan seorang pria bertubuh tambun yang mengatakan bahwa miniatur tersebut akan menggiring Tintin ke dalam bahaya besar.


Dan benar saja, selepas orang itu pergi, datanglah lagi seorang pria bernama Sakharine (Daniel Craig, and yes, as you can see, dialah tokoh antagonisnya) yang ingin membeli miniatur tersebut dari Tintin. Tentu saja, ia menolaknya mentah-mentah. Ternyata Sakharine belum puas jika miniatur tersebut belum ada di tangannya, hingga ia memakai segala cara untuk mendapatkan miniatur ini. Petualangan ini terus bergulir, hingga mempertemukan Tintin dengan seorang kapten kapal yang hobi mabuk-mabukan, Kapten Haddock (Andy Serkis), dan dari sinilah petualangan yang sesungguhnya terjadi.

The Adventures of Tintin saya akui memang merupakan film yang sangat seru. Seluruh petualangannya begitu kental dengan kesan 'have fun'. Tak ketinggalan juga dengan unsur-unsur komedinya, apalagi celetukan-celetukan Kapten Haddock yang pemabuk itu. Duo detektif kembar Thomson dan Thompson yang lugu dan bodoh. Serta Tintin dengan pembawaannya yang agak datar. Tak ketinggalan pula si Snowy alias Milou yang penuh loyalitas dan super lucu.


Kolaborasi yang berhasil. Steven Spielberg serta Peter Jackson berhasil menghidupkan kembali kisah lama ini. sekaligus sebuah penghormatan bagi Herge. Petualangan yang seru dan sangat komikal, dengan tetap tak meninggalkan segala kekhasannya, meski memang tak ada momen-momen yang mengetuk sisi emosional, segalanya pure petualangan. Salah satu film animasi favorit saya. Dan masih, Haddock dan Snowy tetap menjadi karakter paling favorit!

7.5/10