"I don't want to be a good man. I want to be a great one." ~ Oscar Diggs
Siapa yang bosan dengan proyek remake, reboot, atau prekuel film yang rasanya tidak perlu lagi diutak-atik? Anda tidak sendiri, saya pun lama-kelamaan jenuh dengan hal seperti. Meskipun, sebenarnya kalau saja ada film yang ingin diobrak-abrik seperti tadi, saya termasuk yang menunggu kehadirannya. Contohnya, proyek yang satu ini, Oz the Great and Powerful, yang merupakan prekuel dari legenda klasik, The Wizard of Oz, yang diangkat dari novel karya L. Frank Baum berjudul The Wonderful Wizard of Oz. Meski The Wizard of Oz sejujurnya merupakan film yang tak tergantikan dan sayang untuk dibongkar-ulang, namun tetap saja saya menunggu prekuelnya.
Prekuel dari film klasik ini sendiri ber-setting 20 tahun sebelum kejadian di The Wizard of Oz terjadi jadi jangan heran jika tak ada Dorothy Gale dalam homage ini. Pihak-pihak yang menggarap prekuel ini pun tak boleh dianggap remeh. Di bangku sutradara, ada Sam Raimi, sutradara yang sukses menghidupkan 2 trilogi hebat dan saling bertolak belakang, The Evil Dead yang berdarah-darah dan kisah si manusia laba-laba dalam Spider-Man. Sebagai penulis naskah, ada kolaborasi antara Mitchell Kapner serta penulis script Rabbit Hole, David Lindsay-Abaire. Dari jajaran cast, Oz versi Raimi ini juga tak mau ketinggalan. Ada beberapa nama beken seperti James Franco, Mila Kunis, Michelle Williams, dan Rachel Weisz
Sebagai prekuel, Oz the Great and Powerful mengisahkan awal kisah Oz atau Oscar yang menjadi pemimpin dari negeri kaya warna ini. Filmnya diawali dengan seorang pesulap ambisius meski karirnya disitu-situ saja, Oscar Diggs atau Oz (James Franco), yang sedang mengadakan pertunjukan di Kansas. Saat badai mulai datang, seorang angkat besi sirkus mengejarnya, karena menemukan bahwa istrinya telah dirayu oleh Oscar dengan memberinya sebuah kotak musik. Saat sedang mencoba lari, ia menemukan sebuah balon udara dan berhasil kabur dengan menerbangkannya. Namun, balon udara tersebut masuk ke dalam tornado yang membuatnya mendarat ke sebuah negeri bernama sama dengannya, Oz.
Di sana, ia bertemu dengan Theodora (Mila Kunis), seorang penyihir baik yang percaya dialah penyihir yang sesuai ramalan, akan mengalahkan wicked witch yang telah membunuh raja sebelumnya. Oscar yang tak tahu apa-apa mengiyakan perkataan Theodora dan akan menuju Emerald City, meski sebenarnya Oscar bukanlah penyihir sama sekali. Dalam perjalanannya menuju Emerald City, Oscar berhasil menyelamatkan seekor monyet terbang, Finley (Zach Braff), dari seekor singa. Untuk membaya jasanya, Finley yang akhirnya menjadi pengikut setianya. Sesampainya di Emerald City, mereka bertemu Evanora (Rachel Weisz), saudari Theodora yang mengatakan bahwa wicked witch yang tinggal di Dark Forest mampu dikalahkan dengan mematahkan tongkatnya. Lalu, ditemani Finley, Oscar pun memulai perjalanannya, meski ia sama sekali tak tahu apa yang ia hadapi.
Apa yang disajikan duo Lindsay-Abaire dan Kapner dalam naskahnya sebenarnya tak ada yang seistimewa judulnya. Kisah yang ada juga seperti kisah yang telah dipakai dalam beberapa buku maupun film fantasi lainnya, baik vs. jahat, dengan akhir yang dapat diprediksi dengan mudah, bukan hanya bagi yang telah menonton The Wizard of Oz, yang belum pun dapat menerkanya dengan cukup mudah. Namun, apa yang menjadi kelebihan naskah ini adalah bagaimana mereka menyisipkan humor-humor segar kedalamnya, meskipun sebenarnya saya berharap akan lebih banyak terdapat dialog-dialog hangat seperti yang dapat kita temui dengan mudah dalam The Wizard of Oz. Selain humornya, script ini juga memiliki kelebihan lain, yaitu keputusan mereka untuk menambahkan berbagai kejutan dalam naskahnya, yang sukses mengurangi kadar ke-predictable-an film ini.
Selaku sutradara, Sam Raimi saya akui mampu mengemas prekuel ini dengan baik. Ia dapat mengeksekusi porsi-porsi humor dengan sangat baik alias mampu membuat humor dalam bentuk naskah tersebut menjadi benar-benar lucu, hingga dengan sukses mampu membuat saya tertawa dengan candaannya. Raimi juga mampu membuat Oz the Great and Powerful menjadi tontonan yang sangat menyenangkan, enjoyable, dan berhasil membuat saya betah berlama-lama menyusurinya, meskipun dengan durasi yang cukup lama, yaitu 130 menit. Saya sendiri lumayan suka dengan kejutan yang dikemas Raimi, meski saya berharap Raimi bisa lebih menambah efek kejut tersebut, sehingga kesannya lebih 'menyetrum' dan nendang.
Sebagai sebuah homage, bagi saya Oz the Great and Powerful mampu membuat sebuah penghormatan yang baik bagi The Wizard of Oz dengan mengadopsi beberapa hal dari film keluaran 1939 ini. Salah satu contohnya adalah bagaimana film ini mengadopsi transisi monochrome-to-color yang tentunya merupakan sebuah penghormatan yang paling mudah dikenali, karena memang film klasik ini sangat dikenal karena inovasi tersebut. Lalu, ada pula kemunculan singa dan orang-orangan sawah yang merupakan refleksi dari karakter The Cowardly Lion dan The Scarecrow dari The Wizard of Oz. Tak hanya itu, masih banyak lagi bentuk homage yang Sam Raimi lakukan, seperti kemunculan 'proyektor', dan masih banyak lainnya.
Dengan cast yang diisi oleh aktor-aktor jempolan, seperti Oscar-nominee James Franco dan Michelle Williams, Golden Globe-nominee Mila Kunis, hingga Oscar-winner Rachel Weisz, cast ini cukup mampu bekerja dengan baik. Di lini depan, terdapat nama James Franco yang saya rasa cukup mampu memerankan karakternya, meski James Franco memang tak dapat menghidupkan karakter Oz sepenuhnya dengan kharisma yang jauh lebih mantap dan menjadi playboy yang lebih nakal, namun usahanya masih patut diapresiasi. Miscast? Hm, bagi saya tidak juga, namun memang masih ada kekurangan di sana sini, apalagi ditambah kenyataan bahwa ternyata James Franco menggantikan Robert Downey Jr. yang sebelumnya direncanakan akan memerankan Oz (yang mungkin akan lebih kharismatik, mengingat perannya sebagai Tony Stark, no offense Franco...).
Di belakangnya, ada Mila Kunis yang tergolong berhasil dalam perannya sebagai Theodora, meski saya rasa mukanya masih terlalu cantik untuk peran seperi itu (LOL). Michelle Williams tentu tak usah dipertanyakan lagi, dengan karakternya yang hangat, saya rasa ia mampu menyamai Glinda versi Billie Burke dalam The Wizard of Oz, ditambah pula dengan durasi Williams yang kali ini jauh lebih banyak. Sedangkan, ada pula Rachel Weisz, yang mampu memerankan Evanora dengan sangat baik, meski bukan penampilan terbaiknya selama ini, dan karakternya tak sesulit peran-peran Weisz sebelumnya.
Jika Alice in Wonderland versi Tim Burton membutuhkan visual effects hebat untuk menggambarkan Wonderland secara apik, hal ini pun tak jauh berbeda dengan Oz the Great and Powerful, apalagi dalam menggambarkan dunia Oz yang penuh warna dan mengingatkan kita pada Wonderlan itu. Di sini, visual effects-nya menurut saya lumayan bagus dan sangat memanjakan mata, meskipun sayangnya pada beberapa bagian, CGI yang dipakai masih terlihat kasar. Tak mengurangi kenyamanan selama menonton memang, namun tetap saja hal ini terasa mengganjal.
Dalam menyajikan score-nya, Oz the Great and Powerful mampu menyajikan score yang bukan hanya dapat menonjolkan sisi kemegahan khas musik orkestra, namun juga dapat menampilkan sisi greatness-nya, sesuai dengan judul fiim. Terang saja, karena original score ini diracik oleh Oscar-nominee yang pernah dinominasikan sebanyak 4 kali, yaitu Danny Elfman. Semua hal yang berkaitan dengan The Wizard of Oz, menjadi suatu hal yang ikonik, termasuk dalam hal lagu. Oz the Great and Powerful pun tak mau kalah, ada lagu Almost Home yang dinyanyikan Mariah Carey, meski rasanya belum dapat mewakilkan 'great and powerful' yang digadang-gadang film ini. Lagu tersebut menurut saya terlalu ringan, apalagi jika dibandingkan lagu Over the Rainbow yang dinyanyikan sendiri oleh pemeran Dorothy Gale, Judy Garland.
Film ini memang belum mampu sehebat dan sekuat apa yang tercantum di judulnya, namun film ini memang tidaklah seburuk yang kritikus bilang. Naskahnya tidak luar biasa, namun humor yang dibawanya patut diacungi jempol, karena seluruh lawakannya berhasil membuat saya tertawa terbahak-bahak. Sam Raimi juga mampu mengemasnya menjadi tontonan yang menghibur, yang tak akan keberatan bagi saya untuk menontonnya sekali lagi. Cast-nya tergolong mampu menyokong filmnya dengan baik, meskipun James Franco tidak terlalu melekat di hati. Bagaimana film ini mengambil kembali hal-hal yang pernah muncul dalam The Wizard of Oz juga berhasil membayar kerinduan terhadap karya klasik ini. Ya, urusan teknis tak terlalu bermasalah, meski visual-nya tak terlalu sempurna, begitu juga dengan original song-nya. Memang, akhirnya Oz the Great and Powerful bukan sebuah kesatuan film yang luar biasa kuat, namun sebagai hiburan, saya berhasil dibuat luar biasa terhibur, sebagai homage pun, film ini memiliki kekuatannya sendiri.