Tuesday, August 21, 2012

Tagged under: , , , ,

[Review] The Cabin in the Woods (2012)

"Any of army of nightmares, huh? Let's get this party started." ~ Dana

Film horor yang satu ini termasuk salah satu yang saya tunggu-tunggu dalam tahun 2012. Tentu saja karena melihat rating di IMDb dan tomatometer di Rotten Tomatoes yang menggiurkan. Bukan hanya itu, berangkat pula dari Joko Anwar yang memuji film ini habis-habis di akun twitternya, membuat hasrat saya untuk menonton film ini semakin menggebu-gebu.untuk menonton film ini. Lantas, bagaimana hasilnya? Apakah rating tinggi film ini  dan pujian dari sutradara sekelas Joko Anwar mampu mengatakan segalanya?

Seberapa banyak film horor yang menyajikan cerita tentang beberapa anak muda yang pergi berlibur ke suatu tempat? Banyak! Sudah tak terhitung lagi, bahkan film horor slasher legendaris tahun 1975, Texas Chainsaw Massacre pun telah memakai formula yang sama. Selanjutnya? Mudah ditebak. Satu-persatu dari mereka pasti akan tewas, entah itu diserang oleh seorang psychopath berdarah dingin atau bahkan makhluk halus sekalipun. Akhirnya, pasti akan tersisa satu/dua orang yang pulang dengan selamat sentosa.


Itu pula formula yang ditawarkan oleh The Cabin in the Woods. Film ini tak menawarkan premis yang sangat menarik. Sesuai judulnya, filmnya bercerita tentang sekelompok 5 mahasiswa, Dana (Kristen Connolly), Curt (Chris Hemsworth), Jules (Anna Hutchison), Marty (Fran Kanz), dan Holden (Jesse Williams). pergi berlibur ke sebuah kabin tua di tengah hutan. Klise, stardar, dan nothing special. Kelima mahasiswa ini memiliki kepribadian yang berbeda-beda, Holden merupakan seorang kutubuku, Marty merupakan pecandu mariyuana, Curt merupakan seorang pria yang atletis karena ia memang atlit, Jules merupakan tipe wanita yang agak b*tchy, sebaliknya Dana merupakan wanita yang kalem.

Saat sedang bermain suatu permainan, mereka menemukan sebuah basement yang penuh dengan barang usang berdebu. Marty menemukan roll-roll film tua, Holden menemukan sebuah music box, Jules menemukan sebuah liontion, Curt menemukan suatu benda mirip rubik namun berbentuk bola, dan yang paling menarik, Dana menemukan sebuah buku harian tua tahun 1903 milik Anne Patience Buckner. Tulisan-tulisannya sangat mengerikan. Darah,  Di akhir buku tersebut, terdapat dua kalimat dalam bahasa latin. Dana memutuskan untuk membacanya, meski Marty tak ingin kalimat itu dibaca. "Dolor supervivo caro. Dolor sublimis caro. Dolor ignio animus," itulah bunyi kalimat tersebut. Tanpa mereka ketahui, ternyata kalimat tersebut akan mengubah hidup mereka, atau... 


Plot yang super klise itu mungkin akan menimbulkan kepesimisan penonton akan film ini. Eits, tapi jangan remehkan film ini. Tentu saja dan screenwriternya Drew Goddard (yang juga.menyutradarai film ini) serta Joss Whedon tak akan membiarkan hal itu terjadi. The Cabin in the Woods merupakan sebuah horor dengan balutan komedi satir yang secara tak langsung menyinggung film-film horor masa kini yang terbilang sangat klise dan tak kreatif. Tak ada yang salah sebenarnya dengan sesuatu yang klise, tapi dengan dialog dangkal, naskah buruk, akting amatiran, dan hanya mengumbar tubuh wanita? No, no, no, no.

Nah, inilah apa yang dicoba oleh duo director-screenwriter ini. Mereka mencoba untuk out of boundaries. Tapi, cara mereka lain daripada yang lain. Bukan dengan cara membuat cerita yang tak pernah orang lain pakai, tapi dengan memakai cerita yang kita anggap sebagai formula klise tersebut. Unik bukan? Tentu.


Departemen aktingnya, walau tidaklah terlalu istimewa, tapi tentu saja tetap menarik untuk dikupas. Jajaran castnya dipimpin oleh si wanita kalem berambut cokelat, Dana alias Kristen Connolly yang mampu menghasilkan penampilan yang terbilang baik. Begitu pula dengan seluruh cast dibelakangnya yang juga memberikan penampilan yang sama-sama baiknya dan ikut pula memperkuat departemen akting yang tampil cukup solid. Tapi, tak pas rasanya jika saya tak punya karakter favorit dalam film ini.

Saya rasa hampir semua orang akan menyebut Marty sebagai karakter favorit mereka. Dia mungkin saja merupakan seorang pecandu mariyuana dan yang terbodoh diantara semua, tapi karakternya memang sangat mencuri perhatian. Ia sangat sering muncul dengan dialog-dialog alias celetukan ringan nan kreatif dan pastinya memancing tawa. Siapa sangka pula bahwa karakter yang awalnya terlihat tak penting ini sebenarnya memegang peranan yang sangat penting dalam film? Ya, inilah salah satu bentuk dari apa yang saya maksud dengan 'keluar dari batas-batas', keluar dari formula horor yang biasanya menempatkan karakter bodoh sebagai sekedar lewat saja.


Sebagai sebuah horor komedi satir, tentu The Cabin in the Woods sangat berhasil. The Cabin in the Woods merupakan tontonan horor yang menghibur namun cerdas dan kreatif. Sangat jarang ada film horor yang seperti ini, karena saat ini memang perfilman horor selalu diisi dengan cerita yang meh.. itu-itu saja. Kalau pun ada film horor yang benar-benar cerdas (bukan hanya horor satir saja), mungkin kita harus mundur lagi berpuluh-puluh tahun ke jajaran film-film horor klasik, contohnya film-film yang diangkat dari novel Stephen King. Horor 1990an? Ada Scream milik Wes Craven yang dahulu sukses mengolok-olok horor mainstream, atau kalau tak mau mundur terlalu lama alias horor masa kini, mungkin Saw juga bisa dijadikan contoh. Ya, meski filmnya sendiri keluaran 8 tahun yang lalu.

Film ini merupakan proyek sinting dari duo Goddard-Whedon. Dimulai dengan premis yang jujur saja tak menjanjikan dan sudah basi. Namun perlahan, ternyata mampu menjadi sebuah tontonan yang apik. Apalagi dengan balutan science-fiction-nya yang makin menambah ketegangan yang ada dari horor berdarah ini. Science-fiction-nya juga mendapat nilai plus dengan penggunaan CGI-nya yang cukup menawan. Belum cukup? Sekarang, silahkan nikmati 20 menit terakhir film ini dan rasakan sensasinya! Tentu, belum termasuk dengan twist yang ada dalam film. Ah, jangan pula lupakan pula endingnya yang menurut saya salah satu ending terbaik yang pernah saya tonton, dan yang paling saya suka, ending ini pun juga out of boundaries


The Cabin in the Woods merupakan mimpi buruk. Ya, mimpi buruk bagi kelima orang tersebut, namun menjadi mimpi indah yang menjadi kenyataan bagi dunia perfilman, khususnya film horor. Seluruh aspek mampu memainkan bagiannya masing-masing dengan lumayan baik. Entah itu dari cerita yang tak terduga, intensitas film yang berhasil terbangun dengan baik, hingga ke bagian teknisnya sekalipun, seperti visual-effect dan scoring-nya yang setia menemani intens yang terbangun. 

Jelas bukan tipe Best Picture ala Oscar, tapi apalah artinya Oscar, jika The Cabin in the Woods ini telah bisa memenangkan hati jutaan dari penggila horor di seluruh dunia? Tapi yang jelas, The Cabin in the Woods merupakan gebrakan baru (namun dengan menggunakan cara lama) dalam perfilman horor. Sebuah horor yang awalnya terlihat sangat konvensional dan mainstream, membuat anda akan berpikir bahwa film ini nantinya akan menjadi sebuah horor bodoh pada umumnya, namun seiring dengan berjalannya waktu, ia akan membuka sedikit demi sedikit lembaran-lembaran rahasianya dan... bam! Bagaikan sebuah bom, ia akan meledakkan anda semua. Film ini merupakan angin segar yang mungkin akan memulai berbagai horor cerdas lain yang nantinya akan banyak bermunculan. Ya, mungkin saja. Satu lagi, untuk menjawab pertanyaan di akhir paragraf pertama tadi, saya harus mengatakan, Ya! 

You think you know the story? Think again.

8.5/10

0 comments:

Post a Comment