Sunday, September 9, 2012

Tagged under: , , , ,

[Review] My Week with Marilyn (2011)

"People always see Marilyn Monroe. As soon as they realize I'm not her, they run." ~ Marilyn Monroe

Semua orang tahu Marilyn Monroe. Aktris yang sempat berjaya lewat film-film drama komedi seperti Some Like It Hot dan Gentlemen Prefer Blondes ini memang fenomenal. Ia berhasil mencapai popularitas yang luar biasa. Monroe tak hanya fenomenal lewat peran dalam film-filmnya saja, tapi juga karena fisiknya yang cantik dan kharisma yang ia miliki, meski akhirnya secara mengejutkan ia harus tewas karena overdosis obat tidur di umur yang terbilang masih sangat muda, 36 tahun.

My Week with Marilyn bisa dibilang berbeda dari film biopik lain. Film ini tak menceritakan seluruh peristiwa-peristiwa besar yang Monroe miliki dalam 36 tahun hidupnya, tapi lebih berfokus tentang kisah nyata antara Colin Clark, asisten ketiga sutradara Laurence Olivier dengan Marilyn Monroe dalam proyek film The Prince and the Showgirl yang berlansung selama 6 bulan. Film yang disutradarai Simon Curtis dan ditulis oleh Adrian Hodges ini sendiri diangkat dari dua buku karya Colin Clark sendiri berjudul The Prince, the Showgirl, and Me dan My Week with Marilyn.


Sejak film dibuka, kita akan berjabat tangan dengan sosok pemuda 23 tahun bernama Colin Clark (Eddie Redmayne). Jiwa dan raganya terletak di bioskop. Dari Alfred Hitchcock hingga Laurence Olivier. Demi mengejar impiannya untuk ikut dalam produksi sebuah film, ia rela melanglang-buana ke London demi mendapatkan pekerjaan di film Laurence Olivier (Kenneth Branagh). Jika orang-orang pada umumnya lebih ingin menjadi aktor di layar lebar, maka Clark lebih memilih menjadi orang yang berada di belakang layar. Clark tak lantas mendapat pekerjaan di bagian produksi, ia haru menunggu berhari-hari, hingga akhirnya ia diterima sebagai asisten ketiga sutradara Laurence Olivier dalam film terbarunya yang berjudul The Prince and the Showgirl yang kebetulan dibintagi oleh ikon Hollywood pada masa itu, Marilyn Monroe (Michelle Williams).

Marilyn membawa serta suaminya Arthur Miller (Dougray Scott), guru aktingnya Paula Strasberg (Zoë Wanamaker), dan partner bisnisnya Milton H. Greene (Dominic Cooper). Di sela-sela proses syuting film The Prince and the Showgirl, Clark bertemu dengan Lucy (Emma Watson), seorang wardrobe assistant, yang nantinya akan menjadi kekasih Clark. Bersamaan dengan itu, Clark juga mulai mengenal Marilyn Monroe, bahkan hingga hubungan keduanya terbilang sangat dekat. Mulailah terbentuk cinta segitiga abu-abu antara mereka. Di sisi lain, di proses syuting ada Olivier yang tampaknya kesal dengan Monroe yang selalu saja menghambat proses syuting.


Jika The Iron Lady menceritakan kisah biopik seorang Margaret Thatcher lewat sisa-sisa ingatan di masa tuanya, maka My Week with Marilyn lebih memilih menceritakan kisah hidup Marilyn Monroe melalui perantara seorang asisten ketiga sutradara, Colin Clark, meski memang hanya secuil kisah. Lewat hubungan keduanya yang agak abu-abu, kita tak hanya diperlihatkan sosok Marilyn yang sebenarnya, tapi juga terselip behind the scene dari The Prince and the Showgirl. Lumayan, apalagi untuk meningkatkan apresiasi orang-orang terhadap film-film klasik.

Bicara soal sosok Marilyn Monroe, pasti terkenal dengan karakternya yang glamor nan sensual. Tentu My Week with Marilyn menghadirkan sosok itu, sosok yang terlihat sangat sempurna di mata manusia. Tapi, si wanita pirang bertahi lalat ini tetaplah seorang manusia, di sini kita diperlihatkan Monroe sebagai karakter yang moody, lelet, sering lupa dialog, dan sering gugup. Kita juga dapat melihat sosok yang terlihat seperi bukan Monroe yang orang-orang tahu, yaitu sisi emosionalnya. Ya, ternyata dibalik sosoknya yang serba sempurna, ia tetaplah wanita polos dan lugu yang kerap merasa kesepian.


Bicara lagi soal sisi emosional, Michelle Williams sukses memberikan penampilan terbaiknya dalam sisi emosional. Williams memberikan emosi yang begitu penuh terhadap penonton. Memberikan sebuah tatapan keluguan, kesepian, dan kepolosan yang seorang Monroe miliki. Itu semua sudah lebih dari cukup untuk membuat siapapun tertarik untuk menilik kisahnya yang sentimental.

Di sisi lainnya yang glamor, centil, ceria, dan sensual pun, Williams juga tampil dengan sangat kuat. Semua yang dilakukan Williams tak ubahnya menjadikannya Monroe versi KW-Super. Memang belum dapat dikatakan menjadi Monroe yang sempurna, tapi lihat bagaimana cara ia tersenyum, tertawa, menari, hingga berjalan dengan centilnya, semuanya hampir seperti apa yang kita kenal dari Monroe, kecuali mungkin fisiknya yang tak terlalu mirip. Dengan semua itu, Michelle Williams sukses menghidupkan kembali esensi-esensinya, bahkan tampaknya Williams merupakan wujud reinkarnasi dari Monroe (agak berlebihan? ah, biarlah). Ganjaran nominasi Oscar rasanya tak berlebihan, Michelle Williams memang pantas mendapatkannya.


Williams tak sendiri di jajaran nominasi Oscar. Ada pula nama Kenneth Branagh yang juga berada di nominasi Best Supporting Actor. Kenneth Branagh dapat tampil dengan begitu meyakinkan sebagai aktor sekaligus sutradara kenamaan Laurence Olivier. Sebagai karakter yang frustasi akan sikap Monroe, Branagh berhasil memberikan emosi-emosinya kepada penonton. 

My Week with Marilyn, memang hanya memperlihatkan secuil kisah hidup seorang ikon Hollywood, tapi jelas tidak dapat dikatakan buruk hanya karena itu. Film ini tetaplah sebuah film biopik yang baik, dengan departemen akting solid yang dipimpin Michelle Williams dan Kenneth Branagh yang tampil menawan dan brilian. Meski hanya menampilkan secuil kisahnya, namun saya akui My Week with Marilyn tetap dapat mengajak penontonnya menyelam sedalam-dalamnya ke dalam sosok sang legenda, meski hanya 'seminggu'.

7.5/10

0 comments:

Post a Comment