Looper, The Cabin in the Woods, Moonrise Kingdom, Frankenweenie, hingga Cloud Atlas, merupakan sedikit dari banyak film terbaik tahun lalu dalam list bagian pertama. Dan kini? Berikut film-film terbaik dalam 2012 lalu dari urutan 10 hingga sang jawara, dari musikal hingga komedi, dari thriller hingga drama, dari petualangan sampai biopik. Dan sekali lagi, karena saya di sini sekaligus memberi review singkat untuk setiap film, maka maaf kalau beberapa ulasan terlalu panjang. By the way, who will be the winner?
10. Silver Linings Playbook
"I was a big sl*t, but I'm not any more. There's always going to be a part of me that's sloppy and dirty, but I like that. With all the other parts of myself. Can you say the same about yourself f*cker? Can you forgive? Are you any good at that?" ~ Tiffany (Jennifer Lawrence)Di tahun 2010 lalu, David O. Russell pernah menelurkan The Fighter, drama biopik yang menghasilkan 2 Oscar (Christian Bale dan Melissa Leo). Kini, ia kembali dengan drama romansa komedi ringan, Silver Linings Playbook, yang merupakan adaptasi dari novel berjudul sama dari Matthew Quick. Dengan script cerdas yang penuh tawa, David O. Russell yang juga menjelma menjadi scriptwriter mampu menggiring kita ke sebuah kehidupan penuh intrik, namun dikemas dengan cara yang ringan, penuh tawa, namun juga penuh hati. Didukung oleh departemen akting yang sangat kuat. Di lini depan, ada Bradley Cooper sebagai Pat yang jiwanya sedikit terganggu karena hubungan dengan istrinya, rasanya nominasi Oscar yang didapatkannya lewat peran Pat sudah bisa menggambarkan aktingnya. Jennifer Lawrence malah lebih keren lagi. Dingin, depresif (dalam cara komedi tentunya), dan unik, membuat karakternya lah yang paling melekat di ingatan. Dan ketika mereka berdua disatukan, telah membuat mereka seperti seikat rantai yang tak pernah lepas dengan chemistry unik dan berjalan dengan sangat baik. Robert DeNiro dan Jacki Weaver sekali lagi memberikan penampilan yang tak kalah baiknya dibanding dua juniornya tadi. Kombinasi David O. Russell yang hadir sebagai salah satu storyteller terbaik tahun ini, dengan cast yang bahkan dapat meraih nominasi Oscar untuk aktor, aktris, aktor pendukung, dan aktris pendukung dalam Oscar mampu menjadikan Silver Linings Playbook berada di barisan terdepan film terbaik dalam 2012. Romcom terbaik tahun ini? No doubt.
Best moment(s): Cooper thinks Lawrence is crazier than him.
"D-J-A-N-G-O. The D is silent." ~ Django (Jamie Foxx)Pembalasan dendam, banyak dialog, penuh kata-kata kotor, karakter bernama Butch, Christoph Waltz, Samuel L. Jackson, Quentin Tarantino menjadi aktor dalam filmnya sendiri, musik yang berhenti tiba-tiba, pistol, tembakan, peluru, dan... darah bermuncratan dimana-mana! Ya, semua itu memang khas film Tarantino. Ingat adegan konyol tentang penembakan dalam mobil secara tak sengaja dalam Pulp Fiction? Ya, darah dimana-mana, tapi di Django Unchained, darah lebih banyak bermuncratan! Masih dengan screenplay kuat dengan dialog khas dan directing yang tak kalah kuat, Tarantino kembali membuktikan bahwa ia sama sekali belum kehilangan cita rasa sintingnya. Apalagi dengan kehadiran Jamie Foxx, Christoph Waltz, Leonardo DiCaprio, Samuel L. Jackson, juga Kerry Washington yang berhasil memberikan kesatuan cast yang luar biasa. DiCaprio tampil badass, meski muncul satu jam setelah film di mulai, ia berhasil menjadi scene-stealer, sementara Christoph Waltz tentu sudah teruji dalam Inglorious Basterds, tapi kali ini versi protagonis. Samuel L. Jackson yang juga telah terbukti dalam Pulp Fiction kembali menunjukkan performanya dengan menjadi kaki tangan yang manipulatif. Dalam pengemasannya, Django Unchained juga dikemas dengan gaya western jadul, seperti dengan zoom-in tiba-tiba, yang membuat Django menjadi sebuah penghormatan khusus atau homage dari Tarantino pada film western. Surat cinta berdarah yang sinting pangkat miring dengan kadar kekerenan yang tak terhingga.
Best moment(s): Massacre, yeah!
"When Gotham is ashes, then you have my permission to die." ~ Bane (Tom Hardy)Bayangkan, Batman Begins adalah makanan pembuka, The Dark Knight adalah menu utama, sedangkan The Dark Knight Rises adalah penutupnya. Di pembuka, kita diberikan suguhan menakjubkan, tapi itu baru awal. Di menu utama, kita kembali disuguhkan menu nikmat yang super grande. Dan akhirnya, semua ini ditutup oleh makanan penutup yang serba manis. Ya, dan itulah yang Christopher Nolan berikan dari trilogi hebatnya ini. Dengan cerita, script, directing, dan cast yang menghipnotis, mampu membuat The Dark Knight Rises menjadi sebuah action cerdas dan spektakuler yang tak hanya memanfaatkan aksi-aksi seru saja. Tom Hardy, meski harus bersembunyi dibalik masker, namun aura villain-nya sudah tak terbantahkan lagi, walau masih belum bisa mengalahkan Joker versi Heath Ledger yang luar biasa. Anne Hathaway pun dapat tampil dengan sensualitas tingkat tinggi sebagai Catwoman yang abu-abu. Di awali dengan opening yang sangat thrilling dan ditutup oleh sebuah ending yang tak akan bisa dilupakan dan akan terus melekat dalam pikiran. Sebuah konklusi trilogi Batman epic dari seorang Nolan yang juga diakhiri oleh konklusi maha dahsyat yang memiliki kadar twist di dalamnya. Masih sedikit di bawah The Dark Knight yang luar biasa, namun karya ambisius Nolan ini tetap saja menjelma sebagai alat hipnotis yang fantastis.
Best moment(s): Save the best for last... and first.
"Everybody loses the thing that made them. The brave men stay and watch it happen. They don't run." ~ Hushpuppy (Quvenzhané Wallis)
Beasts of the Southern Wild, mungkin merupakan film paling kumuh dan gembel dalam beberapa tahun terakhir, namun juga sekaligus paling down-to-earth dan imajinatif. Sedikit absurd, sedikit fantasi, sedikit survival, sedikit keluarga, dan banyak drama ayah-anak. Itu hanyalah sekelumit hal yang membuat Beasts of the Southern Wild begitu fantastis dan luar biasa. Dan siapa sangka, aktris muda Quvenzhané Wallis, mampu bersinar dengan segala kepolosan dan imajinasinya yang luar biasa luas, yang juga bernarasi penuh filsafat namun disampaikan tetap dalam kepolosannya. Dwight Henry juga tak kalah, karakternya memang keras dan kasar, namun kita semua dapat merasakan rasa cintanya yang teramat dalam pada anaknya Hushpuppy yang diperankan Wallis. Salah satu hal yang membuat Beasts of the Southern Wild istimewa pastinya terletak pada keberhasilan Benh Zeitlin mengiring kita hingga terhanyut dalam cerita, namun dengan sudut pandang seorang anak kecil, yang membuatnya menjadi lebih sederhana dan down-to-earth. Beasts of the Southern Wild adalah film indah tentang kegigihan dan ambisi yang luar biasa dalam kehidupan manusia, bahkan terjadi di saat paling susah sekalipun.
Best moment(s): "Beast! Beast it! Beast it! Beast it!"
6. Life of Pi
"I can eat biscuits, but God made tigers carnivorous, so I must learn to catch fish. If don't, I'm afraid his last meal would be a skinny vegetarian boy." ~ Pi Patel (Suraj Sharma)
Tahun ini memang tahunnya film-film adaptasi dari novel unfilmable. Setelah ada Cloud Atlas dalam daftar ini, selanjutnya ada Life of Pi. Judulnya sederhana, Life of Pi, pastinya kisah tentang tokoh bernama Pi. Tapi, apakah memang filmnya sesederhana itu? Jelas tidak, apalagi untuk seorang Ang Lee. Kisah yang ada malah begitu indah, megah, hebat, dan imajinatif. Secara keseluruhan, Life of Pi adalah sebuah perjalanan spiritual yang dijabarkan dengan cara yang sangat unik. Life of Pi dengan sangat cerdas menujukan perjalanan ini bukan hanya pada satu agama saja, tapi bisa dibilang pada semua agama alias berwujud universal. Ang Lee masih belum kehilangan pesonanya sebagai sutradara hebat, sementara David Magee dengan baik menangani screenplay-nya. Kolaborasi keduanya membuat kisah Life of Pi menjadi sangat luar biasa, dengan mempertahankan plot imajinasi tingkat tinggi, dialog-dialog penyegar tawa, beserta ending yang bukan hanya imajinatif, tapi juga memiliki cita rasa twist di dalamnya. Tapi, apresiasi besar juga mesti diberikan pada Suraj Sharma juga berhasil dalam perannya sebagai Pi, juga dalam membangun chemistry kuatnya dengan makhluk yang hampir full-CGI, si harimau bengal, Peter Parker. Berbicara soal Peter Parker, maka tak akan lepas dari tata visual film yang sangat indah. Dengan sinematografi mantap dan visual-effect hebat, mampu memberikan Life of Pi amunisi untuk menjadi satu kesatuan yang begitu powerful.
Best moment(s): Who doesn't love the ending?!
Best moment(s): Who doesn't love the ending?!
"No one ever been loved so much by the people. Don't waste that power!" ~ Mary Todd Lincoln (Sally Field)
Tenang, tentu saja ini bukan Abraham Lincoln sang pemburu vampir yang hasilnya buruk itu. Ini adalah Lincoln, murni tanpa bumbu fantasi, dan tidak disutradarai oleh sembarang orang, siapa lagi kalau bukan Steven Spielberg. Mengisahkan tentang upaya Abraham Lincoln untuk menghapuskan perbudakan dan mendamaikan negerinya dari perang, yang kisahnya dapat terjalin dengan sangat kuat. Kekuatan ini belum ditambah oleh penampilan cast-nya yang bertabur bintang. Dipimpin oleh Daniel Day-Lewis yang tampil dengan penampilan sangat heart-warming sebagai Lincoln. "Behind every great man there's a great woman," begitu kata orang-orang. Hal itu juga terjadi dalam hidup Lincoln. Dengan chemistry yang sangat erat, Sally Field sebagai Mary Todd Lincoln menyajikan kualitas akting luar biasa. Ada pula Tommy Lee Jones yang tampil kalem dan tak kalah berkharismanya dengan Daniel Day-Lewis. Kredit pada makeup yang luar biasa, seketika menyulap Day-Lewis menjadi salah satu presiden kebanggaan AS dengan sangat akurat. Lincoln berhasil merangkum sebuah kisah sejarah dan biopik hebat hanya dalam 2,5 jam. Well done, Mr. Spielberg! You did it, AGAIN.
Best moment(s): Ketika semua orang dapat menerbangkan topi bersama dalam "Aye! Nay! Aye!", maka semua orang juga bisa larut dalam "Tragedi Teater Ford" yang emosional.
4. Holy Motors
"Nothing makes us feel so alive as to see others die. That's the sensation of life, the feeling that we remain." ~ Monsieur Oscar (Denis Lavant)
Holy Motors? Film jenis apa itu? Tenang, jika anda sama sekali belum mendengar judulnya, itu bukan karena anda yang kurang up-to-date mengenai film terbaru, tapi karena Holy Motors mungkin merupakan satu-satunya film yang paling tak dikenal dalam list ini. Jelas, karena film ini sama sekali bukan produksi Hollywood, melainkan merupakan film asal Prancis-Jerman yang disutradarai dan ditulis oleh sineas Prancis, Leos Carax. Dengan membawa aroma David Lynch di dalamnya yang penuh surrealisme, Carax mengemas sebuah tontonan love-it-or-hate-it dengan begitu menghipnotis. Cerita yang ditawarkan sangatlah sederhana (kalau tak mau dibilang aneh): bagaimana Monsieur Oscar (Denis Lavant), seorang aktor dalam 'kehidupan nyata', menjalani hidupnya dari pagi hingga malam. Namun, hal yang istimewa adalah cara Carax menawarkannya dengan penuh keanehan dan keunikan, bagaimana Oscar berpindah dari hidup satu ke hidup lainnya yang memiliki kejutannya masing-masing, juga bagaimana ia menggabungkan kisah ini dengan sebuah kisah romantisme. Sementara Carax menghasilkan tontonan hebat, Denis Lavant menghasilkan penampilan luar biasa, bagaimana ia bertransformasi dari satu karakter ke karakter lainnya, it's just amazing! Di lain sisi, Edith Scob berhasil mengisi karakternya dengan nyawa, dengan membawa chemistry hangat dengan Denis Lavant. Holy Motors adalah batasan abu-abu antara surrealisme dengan kerealistisan, dimana seorang Leos Carax membawa kita ke dunia penuh keanehan, namun dengan tetap tak meninggalkan sisi humanisnya, yang pada akhirnya meninggalkan penonton dengan interpretasi mereka masing-masing. Entah apa yang ia coba bawa dalam Holy Motors, tapi satu yang paling jelas: ini adalah sebuah masterpiece.
Best moment(s): Motion-capture biasanya dipakai dalam film-film Hollywood berbudget tinggi, yang kemudian nanti diubah ke dalam bentuk animasi. Tapi, dalam Holy Motors, motion-capture ini sudah berubah fungsi, dan tentu saja, penuh keanehan.
Film-film Kathryn Bigelow memang tipikal film yang sangat dicintai kritikus (94% di RT dan 95 dari Metacritic), tapi kerap dibenci penonton awam, meski hanya beberapa saja. Beberapa menyebut film-film buatannya adalah propaganda. Well, we're talking about movies right now, jadi saya tak peduli ini adalah propaganda atau bukan, saya di sini hanya berbicara tentang kualitas film yang bercerita tentang perburuan Osama bin Laden ini. Sutradara yang sukses lewat The Hurt Locker tersebut memang selalu bisa membangun tensi-tensi ketegangan maksimum, dan hal itu juga ia buktikan lagi dalam Zero Dark Thirty. Dibuka dengan torture scene yang banyak dicerca orang karena dianggap tak layak lewat waterboarding, meski saya menganggap lebih banyak film, khususnya slasher yang lebih sadis daripada itu, namun lewat scene itu, Bigelow mulai membangun tensinya dengan perlahan, dan terus menjaganya hingga klimaks dimulai. Meski tak telalu berpondasi pada karakter, melainkan pada ceritanya sendiri, namun Jessica Chastain sebagai leading actress, menampilkan penampilan menakjubkan sebagai seorang CIA yang ambisius yang membuatnya seketika muncul sebagai front-runner untuk Best Actress di Oscar nanti, bersama Jennifer Lawrence. Sedikit tak berperikemanusiaan, tapi Bigelow berhasil mengemasnya menjadi sebuah 157 menit yang penuh suspense dengan naskah yang benar-benar kokoh, tak ketinggalan dengan jajaran cast yang tak usah diragukan lagi, khususnya Jessica Chastain yang brilian.
Best moment(s): Ini adalah kisah yang diangkat dari perburuan Bin Laden, jadi sudah bisa menebak apa momen terbaiknya?
"Ar-go f*ck yourself!" ~ Lester Siegel (Alan Arkin)
Setelah terlewatkan oleh Oscar untuk Gone Baby Gone dan The Town, maka tahun ini setelah buzz dan kans yang begitu besar, sayangnya ia kembali gagal ketika namanya tak muncul dalam nominasi Best Director dalam langkahnya memfilmakan dramatisasi kisah nyatan yang berjalan dengan penuh ketegangan yang memacu adrenalin ini. Uniknya, Ben Affleck tidak membangun intensitas ketegangannya lewat muntahan timah panas bertubi-tubi atau ledakan-ledakan bom. Coba perhatikan bagaimana Affleck memberikan setiap momen thrilling lewat demo masa, paspor, runway pesawat, atau bahkan lewat telepon. Alan Arkin tampil kocak sebagai karakter paling memorable dalam film ini. Sedikit mengingatkan dengan peran gokilnya sebagai kakek berpikiran ngeres dalam Little Miss Sunshine, meski kali ini tampaknya ia telah bertobat, walaupun dialog-dialog gokilnya belum hilang sama sekali. Supporting cast lainnya juga memberikan penampilan yang sangat baik, bahkan hingga para aktor yang bukan kelas A sekalipun. Argo berhasil menyajikan setiap momen thrilling dan humor-humor gelapnya ke dalam sebuah film yang didasarkan atas kejadian nyata ini, lengkap dengan ensemble cast memukau. Bukan jenis thriller yang hanya menjual ketegangan, tapi juga kualitas cerita dan cast-nya.
Best moment(s): Cukup satu potong kalimat: "Ladies and Gentleman, alcoholic beverages can be served now...", sudah cukup membuat satu bioskop berteriak riang.
"Things will go on as they have done up until now. They'll go from bad to worse. Things will go on, and then one day it will all be over." ~ Georges (Jean-Louis Trintignant)
Michael Haneke, namanya memang tak setenar Nolan, Spielberg, atau Jackson, tapi jangan ragukan kemampuannya. Namun, dalam berbagai festival film dunia, kemampuan dan prestasinya memang sudah menyebar kemana-mana. Dengan gaya penyutradaraan yang setenang air dalam kolam, memang bukan untuk semua orang yang lebih menyukai film dengan fast-paced. Hal itu pulalah yang ia kembali tampilkan lewat Amour, film yang mungkin merupakan kompetitor terberat dalam Oscar dan bahkan rasanya sudah fix bahwa film ini akan pulang dengan mengantongi Oscar untuk Best Foreign Languange Film, meski nominasinya sendiri belum diumumkan. Sangat lambat, namun juga sangat kuat. Kekuatan cinta Emmanuelle Riva dan Jean-Louis Trintignant benar-benar tercipta dengan hebat dan realistis. Riva sangat mengagumkan di usia tuanya, dengan mempersembahkan salah satu penampilan terbaik sepanjang tahun 2012. Salah satu kisah cinta paling manusiawi yang pernah ada, yang mungkin saja dapat terjadi pada beberapa orang. Amour bukan hanya presentasi mengenai arti cinta sebenarnya, tapi juga tentang ketika semua yang telah kita lalui mengalami jalan buntu dan tanpa solusi. Tanpa menjadikan Amour sebagai tearjerker, Haneke telah membuktikan, bahwa film romansa bukan hanya melulu tentang penguras air mata dan komedi.
Best moment(s): Dieksekusi dengan tempo yang super lambat, namun akhirnya diakhiri oleh sesuatu yang benar-benar shocking.
Wow, nice list bro, cuma 3 yang belum saya tonton; Amour, Rust and Bone, Cloud Atlas
ReplyDeleteBtw, keren banget blog lu, boleh tukeran link, http://manusia-unta.blogspot.com/
wah, makasih :) harus cepet2 nonton tiga2nya, meskipun cloud atlas reviewnya agak mixed, tp menurut saya sih keren. tukeran link? okee
ReplyDelete