Friday, January 18, 2013

Tagged under: , , , , ,

[Review] Les Misérables (2012)

"I had a dream, my life would be... so different from this hell i'm living!" ~ Fantine

Les Misérables, entah sudah novel karya Victor Hugo setebal 1.485 halaman ini difilmkan. Salah satu hasil adaptasinya adalah film berjudul sama yang rilis tahun 1998, yang dibintangi beberapa aktor papan atas Hollywood seperti Liam Neeson, Uma Thurman, Geoffrey Rush, dan Claire Danes. Meski tak dapat berbicara banyak dalam tangga finansialnya, namun film ini dapat memperlihatkan tajinya lewat sambutan positif yang diterima. Baru-baru ini, tepatnya pada hari natal lalu, film berjudul sama juga rilis. Bedanya, kali ini bukan hanya sambutan yang diterimanya cukup positif, tapi juga berhasil meraih keuntungan luar biasa. Kalau anda sudah bosan dengan adaptasi sebuah novel yang sudah terlalu banyak difilmkan seperti Les Misérables, maka mungkin Les Misérables versi 2012 ini dapat mematahkan opini anda. Alasannya? Apalagi kalau bukan versi yang teranyar ini hadir dengan inovasi lain. Memang bukan inovasi baru, tapi setidaknya cukup berbeda dari yang adaptasi lainnya.

Ya, Les Misérables hadir dalam cara yang sedikit berbeda. Tentu saja, maksud saya bukan pada posternya yang mungkin lebih mirip seperti film horor atau thriller. Tak seperti kebanyakan adaptasinya yang merupakan adaptasi langsung dari novel karya Victor Hugo tersebut, namun kali ini, Les Misérables hadir dengan mengadaptasi versi drama musikalnya. Bersama William Nicholson yang duduk sebagai penulis naskah, ada pula nama yang sudah tak asing lagi di telinga, Tom Hooper, sutradara yang sukses merebut Oscar berkat The King's Speech lalu, ditunjuk menjadi sutradara yang duduk sambil mengarahkan cast-cast kelas satu, seperti Hugh Jackman, Anne Hathaway, Russel Crowe, Helena Bonham Carter, Sacha Baron Cohen, Amanda Seyfried, Eddie Redmayne, dan masih banyak lagi. Ya, dan tentu saja, mereka semua akan bernyanyi dalam film yang satu ini. Para bintang Hollywood besar bernyanyi dalam sebuah musikal? Siapa yang bisa menolak kesempatan itu?


Dalam hal cerita, tak ada yang benar-benar baru. Ceritanya masih bersentral pada karakter Jean Valjean (Hugh Jackman), seorang tahanan yang diadili hanya karena mencuri sepotong roti untuk anak saudarinya sekarat. Sembilan belas tahun berlalu, Valjean akhirnya dibebaskan secara bersyarat oleh Inspektur Javert (Russel Crowe). Itu artinya, ia bebas, namun dengan satu kondisi, ia dilengkapi oleh surat yang menandakan bahwa ia adalah seseorang yang berbahaya. Suatu hari, ia akhirnya memutuskan untuk hidup dengan identitas baru dan melepaskan sosok Jean Valjean dari dirinya. Delapan tahun kemudian, ia telah berhasil menjadi seorang pemilik pabrik dan walikota dari Montreuil-sur-Mer. Tapi, masalah kembali datang ketika Inspektur Javert kembali datang dalam kehidupannya.

Di sisi lain, ada seorang wanita pekerja di pabrik milik Jean Valjean bernama Fantine (Anne Hathaway) yang dipecat dari pekerjaannya karena kedapatan telah memiliki anak, dan akhirnya difitnah oleh pekerja lainnya sebagai seorang pelacur. Demi menghidupi anaknya, Cosette (Isabelle Allen), yang hidup bersama keluarga penjaga sebuah penginapan, keluarga Thénardier (Sacha Baron Cohen dan Helena Bonham Carter), ia akhirnya harus terjerumus dalam dunia pelacuran, dan membuat fitnahan para pekerja lainnya menjadi kenyataan. Beruntung, di tengah penderitaannya, muncullah sosok Jean Valjean yang secara tak sengaja bertemu dengannya dan berjanji akan mengurus anak perempuan kesayangannya itu.



Lalu, apakah inovasi yang ditawarkan Les Misérables kali ini berhasil dengan baik? Tentu saja. Sejumlah penampilan musikal yang ia arahkan oleh Tom Hooper ini dapat tersaji dengan baik dengan lagu-lagu yang memorable. Saya juga menyukai lagu asli Les Misérables, yaitu Suddenly yang dinyanyikan Hugh Jackman. Tenang dan orkestra yang benar-benar megah, namun hasilnya malah menghipnotis. Tapi, ucapan terima kasih terbesar tentu terletak pada para pemeran yang mampu menyajikan setiap penampilan musikal tersebut dengan baik, bahkan mampu membuat kita lupa bahwa sebagian besar durasinya dihabiskan dengan bernyanyi, yang membuat sedikitnya ruang bagi dialog-dialog non-musikal. Mungkin akan membosankan bagi yang bukan penyuka musikal (terlebih dengan durasi panjangnya), namun bagi saya itu sama sekali tak menjadi masalah, karena apa yang tersaji dalam setiap lagu-lagu tersebut sudah mewakili dialog-dialog biasa, yang malah membuat film ini selevel lebih megah lagi, terlebih dengan orkestranya dahsyat.

Apa yang mesti menjadi highlight utama dari Les Misérables? Hugh Jackman? Ya, itu salah satunya, tapi ada sesuatu yang lebih besar dan megah, siapa? Anne Hathaway! Siapa sih dapat membuang pikiran dari hebatnya seorang Anne Hathaway dalam Les Misérables? Lewat perannya yang serba tertindas, Hathaway dengan sangat berhasil meniupkan setiap emosi ke dalam sosok Fantine. Setiap ekpresi, setiap mimik, setiap emosi, setiap nyanyian, apa yang kita tahu adalah: Fantine benar-benar menderita, dan Hathaway dengan sempurna merefleksikannya. Saksikan aksinya saat menyanyikan I Dreamed A Dream, atau kalau perlu dengarkan saja audionya, dan kita bisa merasakan apa yang Fantine rasakan hanya dengan mendengarnya. Tanpa perlu berpaku pada 'trying too hard to sound good', Anne Hathaway lebih memilih untuk menyanyikannya dengan penuh emosi. Hanya dalam kemunculannya yang mungkin hanya sekitar 30 menit dari keseluruhan film yang 156 menit, Hathaway sudah mampu menyihir, membius, menghantui, dan kawan-kawannya, lewat penampilannya yang luar biasa itu. Salah satu penampilan terhebat yang pernah saya lihat, dan sebuah Oscar adalah ganjaran termanis dan terpantas untuknya.


Hugh Jackman, seperti yang saya bilang tadi, memang merupakan salah satu mutiara lagi dalam Les Misérables. Penampilannya tentu tak boleh dilupakan sedikit pun. Dengan cemerlang, ia membuktikan bahwa Wolverine juga bisa tampil begitu hangat, emosional, dan powerful (dan dapat bernyanyi pula). Nominasi Oscar yang didapatkannya tentu bukanlah hal yang berlebihan. Eddie Redmayne juga merupakan salah satu cast dengan penampilan cemerlang lainnya. Penampilan solonya dalam Empty Chair yang heart-breaking adalah yang terbaik. Sementara itu, Samantha Barks yang tampil dalam film perdananya, juga mampu membuat kita simpati terhadap karakter yang cintanya tak tersampaikan lewat On My Own. Russel Crowe, meski vokal yang dimilikinya tak sebaik cast lain, namun ia tetap harus diapresiasi lebih lewat aktingnya. At least, he can carry a tune.

Sebagai penyegar, hadir pula duo Sacha Baron Cohen dan Helena Bonham Carter yang konyol. Tentu, untuk karakter-karakter serba unik dan aneh, mereka adalah jagonya. Kedua karakternya yang bukan hanya antagonis dan konyol, tapi juga kleptomaniak, jail, sinting, dan usil, berhasil membangun dan menyegarkan suasana, dan membuat saya jatuh hati pada karakter mereka, sekalipun karakter Baron Cohen dan Bonham Carter merupakan antagonis. Untungnya, mereka bukan hanya sekedar tempelan sebagai penyegar saja, mereka juga memiliki kontribusi cerita yang jelas, selain hanya menebarkan humor-humor segar dan komikalnya itu.



Les Misérables bukan tanpa kekurangan, saya sedikit terganggu dengan pergantian scene yang begitu cepat, namun mungkin juga karena banyaknya cerita yang dibawa oleh film ini. Tapi, setidaknya Tom Hooper berhasil mengerjakan tugasnya dengan sangat baik. Hal yang ia terapkan seperti para cast yang bernyanyi secara live tentu harus diacungi jempol. Ini membuat berbagai penampilan musikal yang saya sebutkan sebelumnya menjadi lebih mantap dalam menyampaikan emosinya dengan cara yang berbeda-beda, entah itu berbisik, sambil menangis, atau pun lainnya. Salah satu yang saya suka adalah bagaimana Hathaway menambahkan teknik bernyanyi yang 'salah', yaitu dengan menambahkan efek throaty ke dalam chest voice-nya di beberapa scene, yang malah membuat musikal ini tampil lebih miserable. Lalu, apa lagi impact-nya? Akhirnya, semua itu juga berimbas pada karakter mereka yang lebih tereksplorasi, dan membuat para cast juga dapat berakting secara maksimal. Dan yah, I Dreamed A Dream yang dinyanyikan Hathaway memang dinyanyikan secara langsung dan bukanlah hasil rekaman studio. Sudah bisa merasakan impact-nya, kan?

Les Misérables bukanlah apa-apa tanpa urusan teknisnya. Art-direction yang ada begitu kelam dan menjanjikan, sama halnya dengan yang terjadi pada costume design. Dalam urusan makeup, tentu juga merupakan unsur terpenting dalam film seperti ini. Departemen makeup-nya mampu dengan sangat baik mengubah tampilan wajah menjadi lebih meyakinkan, terutama dalam tampilan wajah kumalnya. Sinematografinya juga begitu cantik dalam menangkap setiap momen yang ada, meski sempat terganggu dengan beberapa angle dalam film ini, juga dalam beberapa scene, kamera terasa shaky alias bergoyang-goyang. Visual-effects pun jangan sampai dilupakan. Meski tak terlalu banyak dipakai karena fungsinya juga tak terlalu vital, namun apa yang ditampilkan cukup impresif, terutama yang ada dalam opening film.


Dengan bantuan production design, makeup, dan teknis lainnya itu, Tom Hooper membawa kita ke sebuah dunia penuh nyanyian dan musik, namun hadir dengan isu yang cukup berat dan banyak juga dengan atmosfer kelam. Membawa beberapa banyak isu yang diangkat di dalamnya, termasuk cinta segitiga, ganasnya hukum, kekejaman hidup, perbudakan, kesenjangan sosial, perang, politik, hingga revolusi Perancis. Semuanya tergabung dalam sebuah musikal ini, dan Hooper dengan handal merangkumnya menjadi kesatuan utuh dalam 156 menit, dan sekali lagi, semuanya disampaikan lewat nyanyian-nyanyian khas musikal yang membuat isu-isu berat ini terasa lebih ringan, meskipun untuk ukuran musikal sekalipun, Les Misérables bukanlah Hairspray yang cenderung ringan dan ceria.

Dengan durasinya yang super panjang, Les Misérables berhasil menghadirkan penampilan menakjubkan dari cast-nya dengan jajaran musik yang begitu megah. Bagi yang tak suka musikal, apalagi bagi yang tak tahan dengan film yang berdurasi panjang, mungkin akan kebosanan, namun secara keseluruhan Les Misérables adalah musikal hebat, salah satu yang terbaik tahun ini. Tom Hooper kembali menunjukkan kembali kemampuannya, meskipun tak sekuat King's Speech, namun ia tetap mampu menyajikan sebuah kisah pahit manis kehidupan dalam kemasan musikal dengan sangat baik. Sementara, Hugh Jackman sebagai leading actor tampil cemerlang dan memberikan salah satu penampilan terbaik dalam perjalanan karirnya. Dan terakhir, ada Anne Hathaway memperlihatkan bagaimana transformasi seorang aktris Disney, Putri Genovia dalam The Princess Diaries, yang akhirnya menjelma menjadi salah satu aktris dengan talenta terbesar dalam generasinya, yang ia buktikan lewat penampilan jeniusnya dalam Les Misérables ini. Salute!


2 comments:

  1. ane susah nge-rate nya nih, secara full singing,
    it’s not my cup of tea
    but Anne bener2 mindblowing dah,ga terbendung lagi di Oscar

    ReplyDelete
  2. wahaha, bener deh, best supporting actress oscar udh 'di-lock' sama Anne. Amy adams bisa nunggu tahun depan :)

    ReplyDelete