"I'm twelve. But i've been twelve for a long time." ~ Eli
Perfilman Swedia mungkin saja salah satu yang termaju di Eropa. Sebelum digemparkan oleh The Girl with the Dragon Tattoo, dunia lebih dahulu dikenalkan lewat Let the Right One In atau yang berjudul asli Låt den rätte komma in. Film yang satu ini memang bisa dibilang merupakan kembaran Twilight Saga. Selain memiliki tema yang persis, kedua film ini juga sama-sama diangkat dari novel. Kalau Twilight Saga diangkat dari novel karya Stephanie Meyer, maka Let the Right One In diangkat dari novel karya John Ajvide Lindqvist yang rilis tahun 2004 lalu. Mungkin perbedaan yang mencolok dari keduanya hanyalah film Swedia ini berkisah tentang kisah vampir dan manusia yang usianya masih sangat belia, 12 tahun. Selain itu, jika Twilight Saga memiliki unsur fantasy di dalamnya, maka Let the Right One In malah punya nuansa horor yang mencekam.
Let the Right One In boleh saja punya karakter utama yang masih remaja, namun jangan harap menemukan hal-hal berbau remaja di sini. Bahkan, kalau bisa dibandingkan dengan Twilight Saga yang PG-13, film ini malah terlihat jauh lebih dewasa. Let the Right One In memang sangat berbeda dengan film-film vampir lainnya, ia memang tak menawarkan sebuah kisah tentang vampir yang berburu mangsa dengan ganas dan dengan bebasnya meneror manusia-manusia di sekelilingnya. Film ini malah menawarkan jalan cerita yang jauh berbeda dan terkesan lebih nyata: seorang vampir yang tertutup, penyendiri, dan hanya hidup di sebuah apartemen kecil dengan perabotan seadanya, bahkan untuk mendapatkan darah saja, Eli harus menunggu 'sang ayah' membawakan darah segar untuknya.
Inilah yang mungkin membuat Let the Right One In menjadi sebuah drama horor menarik. Ia tak hanya mengandalkan nuansa horornya yang benar-benar mencekam, tapi juga dengan cerita yang unik dan diselami dengan begitu mendalam. Ya, untuk urusan drama, Let the Right One In juga punya naskah yang kuat, sekuat porsi horornya. Siapa sangka bahwa kisah cinta remaja berbeda wujud ini mampu tampil lebih kuat dan dewasa dibandingkan kembarannya?
Dari awal credit, sudah terlihat jelas bagaimana Let the Right One In akan mengalir. Ya, kesan pertama yang muncul dari film ini memang sunyi. Benar-benar sunyi, namun ditemani dengan kadar mencekam yang luar biasa. Sudah jelas, sang sutradara, Tomas Alfredson memang sangat berhasil membangun dan menyebarkan teror-terornya yang sunyi ke seluruh penonton dengan perlahan-lahan.
Tentu Tomas Alfredson tidaklah sendiri. Di belakangnya ada Hoyte van Hoytema yang menentukan angle-angle terbaik dalam dalam film ini. Sama seperti gaya penyutradaraan Tomas, gaya sinematografi Hoyte selain indah dan menawan, juga berhasil membawa suasana kekelaman yang pekat ke dalamnya. Ditambah lagi dengan penggunaan tone dan lighting yang terasa benar-benar pas untuk ukuran film sesunyi ini. Plus, latar musim dingin juga terlihat cocok untuk Let the Right One In.
Tomas Alfredson juga ditemani oleh Johan Söderqvist yang menjadi orang dibalik scoring Let the Right One In. Scoring arahannya tidaklah terdengar heroik, apalagi pyschedelic. Yang ada, hanyalah scoring yang mengalun dengan pelan, lembut, dan melankolis, meski ada beberapa yang terdengar menggebu-gebu. Mungkin tak terdengar cocok bagi sebuah film horor, tapi percayalah, scoring inilah yang malah menjadi salah satu pendorong utama hadirnya atmosfer horor itu sendiri.
Dalam jajaran aktingnya, KÃ¥re Hedebrant dan Lina Leandersson berhasil menjalankan tugasnya masing-masing dengan sangat baik. KÃ¥re Hedebrant dapat menampilkan penampilan natural tanpa paksaan sebagai remaja korban bullying. Lina Leandersson juga berhasil menghidupkan karakter vampir yang kesepian. Terkadang, ia dapat menjadi seorang gadis manis, namun dalam sekejap pula, ia dapat berubah menjadi pemburu darah. Jika disatukan pun, keduanya juga mampu menjalin chemistry yang sangat kuat.
Jangan lupakan pula bahwa film horor yang satu ini membawa sebuah moral kuat yang berangkat dari sebuah kritik sosial. Tentu, moralnya bukan seputar bunuh-membunuh seperti yang terlihat dari kemasannya. Ya, apalagi kalau bukan tentang bullying. Itu semua terlihat dari perlakuan teman-teman sekolah Oskar yang selalu berlaku tak baik terhadapnya. Bisakah anda membayangkan, rasanya dicambuk dengan ranting pohon? Atau bahkan... ah, lupakan saja. Setidaknya, bagi anda para pem-bully, berhati-hatilah, karena bisa saja orang yang anda bully mempunyai sahabat seperti Eli.
Let the Right One In merupakan drama percintaan vampir-manusia yang mungkin terlihat usang, namun sesungguhnya film ini menawarkan hal yang terbilang baru. Ceritanya cukup sederhana, namun tak dapat dipungkiri memang sangat menarik untuk diikuti. Perpaduan porsi horor dan drama yang dibuat juga begitu seimbang. Di satu sisi, Let the Right One In merupakan sebuah film yang kuat dalam dramanya, ditambah lagi dengan chemistry erat dari KÃ¥re Hedebrant Lina Leandersson. Di sisi lain, film ini juga merupakan film horor yang mencekam yang hening namun tetap sadis. Kali ini, Swedia sangat boleh berbangga dengan Let the Right One In. Bahkan, tak ada salahnya untuk menyebut Let the Right One In merupakan film vampir terbaik yang pernah ada.
Oskar (KÃ¥re Hedebrant), merupakan seorang remaja Swedia berusia 12 tahun. Kehidupannya terlihat tak terlalu bahagia. Di sekolah, ia tak memiliki teman, apalagi ada beberapa teman sekelasnya yang kerap mem-bully Oskar. Bahkan, ia terlihat menyimpan dendam besar terhadap teman-temannya itu. Orangtuanya juga telah bercerai, dan Oskar saat itu tinggal bersama ibunya. Ya, Oskar memang tak mempunyai teman sama sekali, sampai akhirnya, seorang anak perempuan, Eli (Lina Leandersson), bersama 'ayahnya', HÃ¥kan (Per Ragnar), pindah ke apartemen di samping apartemen miliknya.
Suatu malam, seperti biasa, ia selalu melampiaskan kekesalan dan dendamnya dengan menusukkan pisau ke sebuah pohon. Di malam itulah ia bertemu dengan Eli. Hari demi hari, hubungan pertemanan mereka semakin dekat. Tapi, memang ada yang aneh dengan Eli. Jendela rumahnya selalu ditutupi, ia hanya keluar saat malam hari, dan 'ayahnya' juga sering membunuh orang untuk kemudian diambil darahnya. Ya, tentu anda sudah dapat menebak makhluk apa ia sebenarnya.
Inilah yang mungkin membuat Let the Right One In menjadi sebuah drama horor menarik. Ia tak hanya mengandalkan nuansa horornya yang benar-benar mencekam, tapi juga dengan cerita yang unik dan diselami dengan begitu mendalam. Ya, untuk urusan drama, Let the Right One In juga punya naskah yang kuat, sekuat porsi horornya. Siapa sangka bahwa kisah cinta remaja berbeda wujud ini mampu tampil lebih kuat dan dewasa dibandingkan kembarannya?
Tentu Tomas Alfredson tidaklah sendiri. Di belakangnya ada Hoyte van Hoytema yang menentukan angle-angle terbaik dalam dalam film ini. Sama seperti gaya penyutradaraan Tomas, gaya sinematografi Hoyte selain indah dan menawan, juga berhasil membawa suasana kekelaman yang pekat ke dalamnya. Ditambah lagi dengan penggunaan tone dan lighting yang terasa benar-benar pas untuk ukuran film sesunyi ini. Plus, latar musim dingin juga terlihat cocok untuk Let the Right One In.
Dalam jajaran aktingnya, KÃ¥re Hedebrant dan Lina Leandersson berhasil menjalankan tugasnya masing-masing dengan sangat baik. KÃ¥re Hedebrant dapat menampilkan penampilan natural tanpa paksaan sebagai remaja korban bullying. Lina Leandersson juga berhasil menghidupkan karakter vampir yang kesepian. Terkadang, ia dapat menjadi seorang gadis manis, namun dalam sekejap pula, ia dapat berubah menjadi pemburu darah. Jika disatukan pun, keduanya juga mampu menjalin chemistry yang sangat kuat.
Let the Right One In merupakan drama percintaan vampir-manusia yang mungkin terlihat usang, namun sesungguhnya film ini menawarkan hal yang terbilang baru. Ceritanya cukup sederhana, namun tak dapat dipungkiri memang sangat menarik untuk diikuti. Perpaduan porsi horor dan drama yang dibuat juga begitu seimbang. Di satu sisi, Let the Right One In merupakan sebuah film yang kuat dalam dramanya, ditambah lagi dengan chemistry erat dari KÃ¥re Hedebrant Lina Leandersson. Di sisi lain, film ini juga merupakan film horor yang mencekam yang hening namun tetap sadis. Kali ini, Swedia sangat boleh berbangga dengan Let the Right One In. Bahkan, tak ada salahnya untuk menyebut Let the Right One In merupakan film vampir terbaik yang pernah ada.
8.5/10
menurut saya,
ReplyDeletefilm ini memang pantas mendapat julukab film vampir terbaik yg pernah ada. saya masih tdk habis pikir bagaimana orang membuat film sekeren ini. saya sangat menyukai karakter dalam film ini terutama sosok eli yg imut2 menggemaskan gitu, seandainya orangnya ada di indonesia mungkin saya akan menculiknya dan mengawininya. yg jelas saya dibuat kagum dengan film ini. saya ingin ada sekuel lanjutannya dan pemerannya tetap sama. i love you eli (lisa leanderrson)!!!!
Postingan dan Blogger yang bagus untuk kita para pemula yang belum mengerti. Dan dari postingan anda, saya banyak belajar. Semoga postingan berikutnya bisa memberikan informasi yang lebih. Terima Kasih :)
ReplyDeleteAgen Poker Uang Asli Pasti Menang Terus.
Bandar Ceme Gampang Menang
Agen Poker Terbesar Terpercaya
Agen Poker Online Situs Resmi
Cara Bermain Poker Online Uang Asli Menang Banyak
Trik Bermain Poker Uang Asli Agar Menang